Sunday, March 6, 2016

Cinta Tak Pernah Sepahit Ini



Aku pikir yang terpahit di muka bumi ini adalah expresso. Kopi rasa getir. Getir yang beraroma kopi. Aku menyesap kegetiran itu dalam-dalam, sementara di sampingku, wanita yang sangat sempurna sedang terfokus pada layar laptop di hadapannya. Dia istriku.

"Berani-beraninya wanita itu menolak rencana akuisis ini" desisnya. Bibirnya yang merah muda mengerucut menahan emosi. "Perusahaan kecil itu bisa apa sih? Sebentar lagi MEA. Mungkin mereka akan gulung tikar"

"Perusahaan kecil itu yang tiap bulan selalu kamu beli produknya. Dan produknya itu yang mendominasi omzet di perusahaan perhiasan kamu." Timpalku. 

"Aku nggak butuh pendapatmu." Serunya sengit. Mata bulat purnamanya menghujam ke arahku. Kecantikan titisan bidadari surga terpahat sempurna di wajah ovalnya. Membuatku jatuh cinta dan lebih memilih menikahinya dibanding sahabatnya.

Aku mengedikkan bahu. Kata-katanya selalu tajam. Tapi memilikinya sudah lebih dari cukup. Toh, hatiku sudah kebas. Mati rasa atas setiap lontaran demi lontaran kalimat yang menghempaskan harga diriku. Aku menikahinya karena jatuh cinta akan paras bidadarinya. Ia menikahiku demi menuruti egonya. Rasanya ada yang salah dengan pernikahan ini. Harus diakhiri secepat mungkin. 

Meski mataku masih lekat pada istriku yang tengah memoleskan bedak di wajahnya, namun pikiranku melayang ke arah hadiah misterius berisi flashdisc tepat tiga bulan setelah pernikahan kami. Di alamatkan ke kantorku. Keheranan akan hadiah yang tidak biasa itu belum seberapa dibanding isi dari flashdisc itu. Foto-foto istriku dengan seorang lelaki. Lelaki yang bukan aku. Di sebuah restoran. Tampak sangat mesra. Foto dengan tanggal tepat dua bulan setelah pernikahan kami yang dihelat begitu mewah. Aku mengenali lelaki itu. Mantan pacarnya di Australia dulu.

Sejak awal dia menerima lamaranku  , hatiku memang tidak tenang. Ia sahabat dari mantan tunanganku. Menerima pinanganku adalah kemangan tersendiri baginya. Wanita egois ini merasa menang dibanding sahabatnya sendiri. Merasa menang telah merebut tunangan dari sahabatnya sendiri.

"Jadi ngopi di tempat biasa?." Tanyaku. Ia sudah selesai mengecat kuku-kukunya. Sebuah kebiasaan unik darinya. Mengenakan kutex yang senada dengan warna lipstik sebelum ia bepergian. Satu lagi kebiasaan uniknya. Suka tanpa sadar menggigit-gigit kukunya hingga kutex itu mengelupas.

Ia tidak menyahut. Hanya mengambil tasnya dan melenggang pergi tanpa mempedulikanku. 

Pintu kamar berdebam tertutup begitu sosoknya berlalu. Aku beranjak dari sofa di kamar kami dan menuju ke meja riasnya, mengambil cat kuku yang dikenakannya tadi, menuju toilet dan membuang kutex itu ke dalam kakus. Aku menekan tombol flush dan botol kutex itu menghilang seketika.

Hari ini istriku ada janjian reuni dengan teman-teman kuliahnya. Salah satunya adalah mantan tunangan yang ku khianati. Lalu ada meeting dengan mitra perusahaan yang rencananya akan dia akuisisi. Aku tahu dia akan memesan moccacino untuk minumannya. Ia tidak pernah memesan minuman lain kalau datang ke cafe itu.

Aku beranjak lagi ke arah sofa dan memutuskan menghabiskan hari Sabtu dengan bersantai di rumah. Sendirian. Remote TV kuraih dan memijit tombolnya sesuka hati berharap menemukan siaran yang menarik. 

Handphone ku berdering saat salah satu siaran memberitakan kunjungan pendiri Facebook ke Indonesia yang disambut antusias oleh Presiden. Di seberang sana suara mantan tunanganku. Panik. Memburu. 

"Apa? Kenapa? Ngomongnya pelan-pelan. Aku tidak paham," Sahutku.

"Istrimu kejang-kejang! Cepat kesini. Di cafe biasa." Ia menyahut lalu menutup teleponnya.

Aku mengerutkan dahi atas telepon barusan. Aku masih sempat mengganti channel TV dan melihat siaran national geography yang mengulas tentang habitat burung elang sebelum memutuskan untuk beranjak dari sofa dan mengganti piyama dengan kemeja. 

Apakah dia sudah menggigit-gigit kukunya? Cepat sekali reaksi sianida itu. Aku membatin sambil menyambar kunci mobilku.

 Aku lega semuanya sudah berakhir.

PS : 

1. Baca kelanjutannya di sini
2. Sebenarnya tidak ada rencana untuk melanjutkan cerita ini , namun demi menjawab tantangan minggu pertama bulan Maret ODOP, yakni menulis dengan menyertakan 4 kata yakni ; kopi, president, burung dan flashdisc, maka jadilah cerita ini.

#OneDayOnePost

3 comments: