Sunday, December 30, 2018

Ibu : Perkataannya Adalah Sabda





"Masa' sudah mau  umur 5 tahun nggak bisa baca waktu? Ayo coba lagi!" Suara ibu menggelegar di sore hari yang agak mendung dan dingin di Aileu, sebuah kota kecil di Provisnsi Timor-Timur (selanjutnya provinsi ini akan menjadi sebuah negara).

Aileu begitu dingin hingga bisa meluruhkan butiran-butiran es batu saat musim penghujan.  Butiran es batu itu berisik sekali jika berjatuhan di atas atap rumah kontrakan kami yang berlapis seng. Namun,  sore dingin itu mendadak terasa gerah.

Ketika itu tangan Ibu yang lembut namun tegas bagai baja memutar kembali skrup jam dinding membuat jarumnya terbaca 16.20. Tapi saat itu aku masih terlalu kecil untuk membaca 16.20 tersebut,  sehingga membuatku berpikir keras dan menjadikan Ibu kian tak sabar.

Tapi, memang umumnya usia  berapa anak-anak mulai bisa membaca waktu?

Usia 1 tahun

Di lain hari Ibu membelikan sebuah poster berisi nama-nama presiden seluruh dunia. Dengan otak anak umur 5 tahun pun aku disuruhnya menghafal. Hah? Apa pula ini? Apakah penting aku tahu siapa yang memimpin negara apa di belahan dunia yang entah dimana?

Namun hal yang paling kubenci dari Ibu di usia 5 tahun itu adalah dia selalu sewot menyuruh sikat gigi tepat di saat mataku mulai berat dan tubuhku kaku enggan bergerak.

Usia 5 Tahun


"Sisa-sisa makanan kalo menempel di gigi nanti bisa sakit. Ayo cepat!" Ah, cerewet sekali dia.

"Tidak boleh minum es terlalu banyak!"

"Tidak boleh jajan sembarangan!"

"Menyebrang lihat kanan-kiri!"


"Nggak usah kuliah kedokteran!" serunya tegas tak terbantah.

"Tapi kenapa?" Aku di kelas 2 SMP beradu mulut dengannya di suatu siang di pesisir kota Manado yang panas. Bukankah seharusnya aku bisa menjadi apapun, bahkan membentuk sebuah grup musik seperti Jasmine Elektrik kalau aku mau?

Ibu hanya diam menandakan pernyataannya barusan adalah bak hukum adat, petuah leluhur yang tak boleh dipertanyakan musababnya.

Aku benci dengan kalimat-kalimat Ibu yang bernada seru, karena pasti minim penjelasan. Kalau dia berbaik hati menjelaskan, pasti sangat panjang, membuatmu menyesal telah memaksanya menjelaskan.

Namun itu bertahun-tahun lalu dengan otak anak-anak dan remajaku yang entah kenapa Ibu sangat tahu bahwa aku belum bisa menerima semua penjelasannya.

Bertahun-tahun setelahnya, aku jadi tahu membaca waktu itu penting, menghafal itu baik untuk melatih otak, menggosok gigi itu wajib dan karenanya aku menyesal telah membantah sebab gigiku banyak yang rusak belakangan, bahkan saat usiaku 28 tahun kini.

Minum es itu tidak boleh banyak-banyak karena sekarang aku punya amandel yang sangat besar dan belum cukup berani untuk dioperasi. Tidak boleh jajan sembarangan sebab banyak zat pengawet dan pewarna yang kini adalah salah satu pemicu kanker.

Perintah untuk melihat kanan - kiri sebelum menyebrang yang jarang kuindahkan membuatku tertabrak motor 2 kali saat kelas 1 SD dan yang kedua itu membuatku trauma, tidak berani menyebrang sendiri sampai kelas 6 SD.

"Ya nggak usah jadi doker. Lha wong lihat buaya makan zebra di Discovery Channel aja kamu nangis dan bilang Tuhan jahat, malah mau jadi dokter ahli bedah yang potong-potong mayat. Itu daging ikan  aja nggak tega kamu potong,  to?" ujar ibu sambil lalu yang kubalas dengan cengiran di usia sekitar 18 tahun saat sedang berkuliah di Fakultas Teknik di salah satu universitas negri di Makassar.

Ibu, kini perkataanmu adalah sabda tak terbantah. Perkataanmu adalah tangan Tuhan yang bekerja atas takdirku. Bagaimana kau bisa begitu tahu tentang diriku yang sekarang bahkan jauh sebelum aku menjadi seperti yang sekarang?

Apakah itu karena kita berdua begitu dekat dan aku bahkan pernah berada di dalam tubuhmu, memakan dari saripati darahmu, meminum air susumu, lalu kini menjadi yang kau prioritaskan dalam hidupmu? Atas semua itu, maka memang wajar kalau kata-katamu adalah sabda dan marahmu adalah bala.  Sungguh, seperti penggalan lirik lagu Jasmine Elektrik,  kasih sayang Ibu tak terbantahkan waktu. 

"Malas masak nih. Kita makan di luar aja ya. Mau makan dimana?" tanya Ibu suatu kali dan segera kujawab,  "Bakmi Singapur." sebelum ia mendahului dengan menyebut 'bakso di pasar' untuk pengganti makan malam. Ayah pun segera mengeluarkan mobil dari garasi. Jangan sampai wanita lembut bertangan Tuhan itu berubah pikiran, karena dunia pun bisa berubah kalau ia menginginkannya berubah untukmu.

(Seharusnya menulis ini di tanggal 22 Desember. Selamat Hari Ibu)





#JasmineElektrikCeritaIBU

Thursday, December 27, 2018

Ketika Belum Berjodoh dengan Orhan Pamuk

Libur tanggal 25 kemarin,  ketika bocil-bocil bobo siang saya memaksa suami menemani ke Gramedia. Rencananya saya pengen cari buku Orhan Pamuk atau pilihan kedua adalah buku Jonas Jonasson yang direkomedasikan oleh Mbak Gita

Pas mencari di komputer pencarian Gramedia eh,  rata-rata buku Orhan Pamuk dan Jonas Jonasson kosong. Judul yang saya cari nggak ada.  Giliran judul lain stoknya tinggal 1 dan kata mas-mas customer service biasanya kalau stok tinggal 1 susah dicari.  Dia menyuruh temannya 2 orang untuk mencari tapi mereka tidak menemukan.

Saya yang skeptis dengan teknik mencari mereka yang berkali-kali menanyakan apa judulnya dan bagaimana gambar covernya padahal sudah dikasih tahu akhirnya menyusuri satu demi satu rak di bagian fiksi. Dan ternyata memang tidak ada pemirsah.  Entah mungkin nyasar ke bagian kategori lain,  atau stoknya sudah jelek dan diretur.  Tapi saya kecewa berat karena tidak menemukan buku yang saya cari. 

Dan Gramedia ini adalah salah dua toko buku di Manado dan merupakan yang terbesar.  Can you imagine? Jadi kalau tidak ada di sana dimana lagi adek harus mencari.. Hiks..hiks..


Tapi kekcewaan saya tidak bertahan lama.  Biarlah kali ini belum berjodoh dengan karya sastra penulis peraih nobel dari Turki itu karena saya menemukan 2 buku penulis penerima nobel sastra dari Amerika dan Jepang. Yup!  Haruki Murakami dan Ernest Hemingway. 



Lebih membahagiakan lagi, harga 2 buku itu sangat terjangkau.  Untuk buku Murakami Rp. 99.000,- dan buku Hemingway Rp.  54.000,-.  Buku Hemingway malah dapat bonus  buku saku proses kreatif dan dunia lain Hemingway. Tiba-tiba saja kubahagia... πŸ˜†

Buku saku Hemingway langsung saya baca dalam sekali duduk dan sangat terperangah dengan sepak terjang Hemingway di luar karir kepenulisannya.  Mulai dari pernah menjadi wasit pertandingan tinju hingga di rawat di rumah sakit karena gangguan mental. 


Kamu penasaran? Saya akan mengulas tentang Hemingway pada perkenalan pertama kami (ini buku Hemingway pertama yang saya baca)  di postingan berikutnya. 

Kalau kamu lagi baca buku apa? 

Tuesday, December 25, 2018

Tentang Hati Manusia yang Lebih Keras dari Karang



Musibah seolah-olah tak bosan menyapa negri ini.  Gempa Lombok Agustus 2018, gempa,  tsunami dan likuifaksi Palu September 2018 dan yang baru-baru saja terjadi yaitu tsunami di Selat Sunda 22 Desember 2018. Ini belum termasuk tragedi kecelakaan transportasi KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba pada Juni 2018 dan pesawat Lion Air yang jatuh di Karawang pada bulan Oktober 2018.

Seluruh rangkaian peristiwa di atas memakan korban jiwa yang jumlahnya tak sedikit.  Bahkan bencana alam di Palu jumlahnya mencapai 2000-an jiwa.  Apa yang terjadi sebenarnya?  Apa yang coba Sang Penguasa Kehidupan sampaikan kepada kita?

credit


Masing-masing kita sudah seharusnya introspeksi diri. Bukankah ini peringatan dan juga sebuah teguran?  Nyaris tiap bulan ada musibah.  Yang menjadi korban tidak lebih buruk dari kita,  pun kita yang masih hidup belum tentu lebih baik dari mereka. 

Firman Allah: “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (Alankabut :2 )

Apakah ini ujian? Jika ya,  maka kita perlu mengecek kembali ke dalam diri.  Apakah kita sudah cukup baik di mata Tuhan?

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. [al Baqarah/2:155-157]

Sebagai umat muslim sudah ada petunjuk yang jelas bagaimana menanggapi musibah ini. Mengucapkan innailaihi wa inna ilaihi roji'un,  bersabar,  serta percaya bahwa sesungghnya Allah memberikan cobaan sesuai dengan kesanggupan masing-masing manusia. Allah tidak pernah zalim,  Allah tidak pernah tidak adil.

Ketika terjadi bencana alam,  saya selalu teringat dengan diksi yang entah saya dengar atau saya ketahui dimana yaitu 'bukti hati manusia lebih keras dari karang adalah ketika Tuhan merasa perlu meletuskan gunung dan menggulung samudra hanya untuk menggetarkannya'.

Mungkin kita sudah terlena dengan kehidupan duniawi ataukah kita sudah acap berbuat onar padahal kewajiban kita adalah menjadi khalifah di muka bumi. Menjaga dan melestarikan bumi,  bukan berbuat yang sebaliknya.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan duka yang mendalam pada seluruh korban bencana dan kecelakaan yang terjadi,  saya membuat tulisan ini tanpa bermaksud apa-apa melainkan hanya sebagai pengingat untuk saya pribadi dan syukur-syukur jika menjadai perantara introspeksi bagi orang lain.

Bertepatan dengan penghujung tahun,  hendaknya kita dapat menjadikan serangkaian peristiwa di atas bahan evaluasi serta titik awal proses berbenah kita menjadi pribadi yang lebih baik di tahun yang baru nanti,  untuk sesama manusia dan juga lingkungan hidup sebagai wujud bakti dan penghambaan kepada Penguasa Alam Semesta.

Friday, December 21, 2018

Peran Perempuan di Era Industri 4.0



Pada sebuah percakapan ringan di WAG sastra yang mana seluruh anggotanya perempuan penjunjung feminism namun tetap soleha dan rajin beribadah (insya Allah amin πŸ˜‚)  terjadi percakapan yang cukup seru.

Btw,  background ke 5 anggota grup ini beragam.  Full time mom dengan kesibukan berdagang online dan menulis,  working mom yang awalnya guru tapi sekarang lagi fokus kejar beasiswa s3,  lalu saya.

credit


Yang menyamakan kami adalah kami sama-sama emak rempong dimana semua hal dikomentari tanpa ada habisnya. Jadi WAG sastra ini hanya kedok untuk menyembunyikan hasrat rumpi kami. πŸ˜…

Oke  pembicaraan pagi itu diawali dengan salah 1 anggota grup yang share sebuah link esai dari mojok.co berisi curahan hati fulltime mom yang kerap dipandang sebelah mata.  Duh,  bahasan ini memang gak ada habis-habisnya,  ya.  Mom war istilahnya.  Perang argumen tentang lebih baik mana bekerja atau di rumah?  Menyusui atau formula?  Pakai nanny atau day care? Begitu terus sampai Priyanka Chopra melahirkan.  Udah hamil belum sih doi? πŸ˜…

Padahal ya,  kita sebagai sesama emak-emak harusnya bersatu padu untuk mengkritisi harga sembako yang kok kayaknya makin mahal sementara UMR naiknya dikit-dikit πŸ˜…

Untungnya kami semua bersepakat dengan apa kata Dian Sastro bahwa menjadi fulltime mom atawa working mom,  perempuan harus berpendidikan.  Selain berpendidikan, perempuan harus mampu berdaya,  bebas berekspresi dan berhak melakukan passionya,  tentu saja dengan tetap seiring sejalan bersama ridho pak suami. 

Realitanya saat ini,  tidak sedikit juga lelaki yang setelah menikah istrinya di kekepin dalam sangkar emas (ceileh sangkar emas)  lebih sadisnya lagi dilarang berinteraksi boro- boro bersosialisasi dengan ibu-ibu PKK.  Duhai pak suami,  tidak sadar kah kau bahwa istrimu itu juga makhluk sosial?

Banyak kasus juga yang setelah berumah tangga,  istrinya dilarang bekerja.  Katanya kerja itu kewajiban suami,  istri itu kewajibannya rawat anak dan membereskan rumah.  Hey,  merawat anak dan membereskan rumah itu kewajiban bersama.  Enak aja situ yang berantakin sini doang yang beresin.

Menjadi full time mom ataupun working mom itu pilihan. Pilihan wanita itu sendiri tanpa ada paksaan dari pihak manapun (idealnya). Tidak ada yang lebih baik, pun tak ada yang lebih buruk.  Yang salah adalah penghakiman yang harus perempuan-perempuan ini tanggung. 

Fulltime mom dihakimi tidak mandiri karena apa-apa minta pak suami. Working mom dihakimi tidak mulia dan kejam karena meninggalkan anak demi sebongkah duit pembeli lisptik (eh),  belum lagi suaminya ikutan dihakimi sebagai suami tak bertanggungjawab membiarkan istri bekerja.  Gak tau diri nikahin anak orang gak mau nafkahin malah disuruh cari duit sendiri.

Padahal kebutuhan perempuan bekerja itu tak melulu soal finansial.  Ya, meski tak sedikit yang tetap memilih bekerja untuk bantu-bantu suami mencari nafkah.  Tapi banyak juga yang bekerja dengan tujuan lain; aktualisasi diri,  eksistensi,  mereduksi stres (ada loh perempuan yang justru stresnya ketika menghadapi perkara domestik),  panggilan nurani. 

Lalu,  lelaki dengan ke-patriarki-an dan egonya melarang sang istri bekerja plus menghakimi wanita lain di luar sana yang bekerja, saya pengen tanya, jika seluruh wanita memang tidak boleh bekerja di luar dan hanya boleh mengurus anak,  apakah bapak bersedia kalau istri bapak melahirkan yang lahirin bidan cowok?  Nanti kalau vaginanya istri anda perlu dijahit,  yang jahit bidan cowok. 

Lalu,  misalkan amit-amit ada sesuatu di payudara istri bapak yang terhormat kemudian membutuhkan prosedur medis,  apakah bapak nyaman yang meriksa fisik payudara istri anda,  dokter cowok?

Sungguh tak ada yang salah dengan tenaga medis cowok ini karena mereka telah disumpah dan tak mungkin macam-macam sama pasien sendiri.  Tapi,  kembalikan kepada diri bapak-bapak suami sekalian,  apakah bapak nyaman?

Selain tenaga medis,  banyak profesi-profesi lain yang di kemudian hari lebih baik diampu oleh seorang wanita. Nah,  di era industri 4.0 ini lebih-lebih lagi.

Apa sih industri 4.0 itu?  Singkat kata,  ditilik dari wikipedia,  industri 4.0 adalah industri yang serba otomatis.  Dirancang agar pekerjaan fisik manusia direduksi hingga sekecil mungkin.  Ketika bekerja tak lagi butuh kekuatan fisik,  maka di sanalah wanita yang lembut fisik (dan hatinya) bisa terlibat dan justru lebih dibutuhkan.

Berdasarkan penelitian,  wanita lebih teliti dibanding pria.  Kemampuan manajerial seorang wanita juga lebih unggul dibanding pria.




Dilansir dari majalah Parenting, penulis Kristin Kane mengungkapkan bahwa ketika anak-anak sedang belajar mengenal huruf dan menulis, serabut saraf dalam otak anak perempuan lebih cepat tumbuh sehingga bisa menulis dengan lebih teliti dan rapi dibandingkan anak laki-laki.

Wanita dianggap sebagai sosok yang mampu mendengarkan, menyelesaikan masalah dan multitasking dengan lebih baik. Menurut ahli manajemen Jay Forte, wanita adalah penghubung yang lebih baik karena mereka lebih cerdik untuk membangkitkan semangat dari para bawahannya.

Hal di atas tentu sejalan dengan kebutuhan industri 4.0 yang serba otomasi. Dibutuhkan ketelitian dan kemampuan mengorganisir yang mumpuni untuk tetap membuat sistem produksi di suatu pabrik berjalan sesuai scedhule, bukan? 

Tabik.

Thursday, December 20, 2018

Berterimakasih pada Diri Sendiri


Sebagai seseroang yang ambisius kadang-kadang saya merasa iri pada pencapaian orang lain.  Iri dalam hal yang positif kok.  Dia bisa kok saya nggak?  Dia bisa saya harus bisa.

Karena ambisi macam di atas,  ketika hal yang ditargetkan tidak tercapai maka saya sangat terpukul. Untunglah saya adalah seorang sanguins yang memiliki banyak stok kegembiraan bahkan hanya dengan memikirkan sensasi memakan snack ketika anak-anak tidur nanti,  seorang diri,  di pagi dini hari, tanpa distraksi. Bangun dini hari dan makan snack sambil nonton youtube adalah hal yang menggembirakan buat saya.



Karena mudah untuk kembali gembira maka saya akan dengan cepat melupakan kegalauan ketika tidak mencapai target tadi.

Saya pernah begitu keras pada diri saya ketika baru saja memiliki anak pertama 3,5 tahun yang lalu. Saya menargetkan menampung ASIP sekian sekian sebelum masuk kantor,  saya menargetkan pumping setiap 3 jam sekali,  saya menargetkan untuk tidak sufor sampai 6 bulan,  saya menolak semua tawaran jalan-jalan dari pak suami dan teman-teman hanya karena merasa bersalah meninggalkan anak bayi. Sekarang masih sih,  tapi ketika bisa memastikan anak bayi ada yang jaga dan stok asi perah cukup selama ditinggal maka saya akan mengiyakan semua ajakan hang out itu.

Karena begitu keras pada diri sendiri dan tak ada satu pun target yang bisa saya penuhi, saya kemudian lelah.  Terpuruk,  menyalahkan diri sendiri,  merasa bersalah,  merasa tak becus baik sebagai ibu,  istri maupun individu yang beridiri sendiri. Pernah merasa begitu gak sih? πŸ˜‚

Nah,  ketika punya anak kedua saya melunak.  Saya bahkan membuat list tentang kenapa saya seharusnya berterimakasih pada diri sendiri. Tubuh dan pikiran ini sudah lelah beraktvitas dan mengoptimalkan produktivitas.  Berterimakasih lah dan jangan mengeluh.

Di bawah ini adalah 10 hal (sebenarnya bisa lebih dari ini)  kenapa saya harus berterimakasih pada diri sendiri.

1.Terimakasih telah menulis dalam 5 buku antologi sejauh ini

2.Termakasih telah mengajarkan Ahmad Toilet Training

3.Terimakasih telah bertahan dalam pekerjaan penuh tekanan selama 6 tahun 8 bulan

4.Terimakasih telah menyusui Al tanpa lelah selama 2 bulan 25 hari dan tetap konsisten pumping ASI hingga saat ini usia Al 3 bulan 2 hari.

5.Terimakasih telah membuat 18 blogpost selama tahun 2018

6.Terimakasih saat ini sudah tahu cara membaca alfabet Turki.

7.Terimakasih sudah mempraktikkan beberapa resep masakan dan suami suka

8.Terimakasih sudah membuat puding susu dengan toping buah campur yang selalu ditunggu-tunggu oleh suami

9.Terimakasih sudah melahirkan anak kedua dan pulih dengan cepat dan tidak pakai baby blues

10.Terimakasih untuk mengikuti sampai tamat drama Turki yang tayang jam 03.30 subuh.


Ayo sayangi dirimu dan buat daftarnya juga. 😍

Tuesday, December 18, 2018

What is on My Social Media

Saya berpikir untuk menambahkan 1 label dalam blog saya yaitu topik untuk membahas apa-apa yang sedang terjadi di beranda sosial media saya (sok penting banget kau,  Sab! πŸ˜…πŸ˜…) 


credit

Menurut saya,  social mediamu kurang lebih menggambarkan dirimu.  Social media,  dengan algoritma sedemikian rupa,  dirancang untuk hanya memunculkan feed yang membuat kita interesting. Interesting di sini pun dalam arti yang luas.  Gak melulu suka,  tapi bisa jadi hal yang membuat kita risih tapi kita kepo,  yang membuat kita penasaran,  atau bisa jadi yang membuat kita benci. 

Pernah ngalamin nggak sih,  kita lagi buka-buka toko pedia cari baju anak,  atau traveloka lihat-lihat harga tiket,  tiba-tiba pas main facebook muncul iklan baju anak dan harga tiket dengan rute yang kita lihat-lihat tadi? 

Atau misalkan kita love dan coment postingan foto seseorang lalu merasa setiap buka instagram akun ini orang terus yang muncul?  Yap!  Algoritma sedang bekerja padamu,  kawan😁.  Komputer sedang mencoba membaca pikiranmu. 

Nah,  dengan membahas hal-hal yang sedang terjadi di media sosial saya,  sedikit banyak akan menceritakan tentang diri saya sendiri (lagi-lagi sok penting kali kau.  Saya pula yang mau tau apa yang terjadi padamu!). 

Saya pikir dengan membuat topik tersendiri mengenai ini nantinya di masa 5 atau 10 tahun lagi saya bisa flash back ke isu-isu yang saya gandrungi dan kepoin.  Apa faedahnya ya?  Ya pokoknya begitulah bagaimana kalian akan menemukan label What is on My Social Media di blog saya ini. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Monday, December 17, 2018

Living in Tiny House : Gaya Hidup Baru Masyarakat Milenial


Pada sebuah artikel disebutkan bahwa terdapat pergeseran gaya hidup dan profesi masyarakat muda di tahun 2000-an jika dibandingkan dengan tahun 1900-an. Masyarakat muda yang dimaksud adalah warga yang berada di angkatan kerja atau yang sedang dalam masa produktif.  Itu kira-kira usia 20 tahun hingga akhir 40 tahun.

Dulu, katakanlah,  orang tua kita,  semasa muda jika ditanya apa cita-citanya maka akan menyebut guru,  polisi,  PNS.  Sekarang,  generasi milenial kalau ditanya apa cita-cita mereka mungkin akan menyebutkan profesi yang dulunya belum ada.  Content creator,  food blogger   beauty vlogger,  desain grafis,  wedding organizer,  dlsb. Untuk itu,  kadang-kadang para generasi milenial ini kerap berbenturan dengan orang tua mereka karena perbedaan mindset.  Orang tua mereka menganggap bekerja di bidang-bidang kreatif itu tidak bisa menghasilkan pendapatan yang secure untuk menghidupi diri,  terlebih jika sudah ingin berumah tangga. Kalau bukan PNS gak kerja,  kalau bukan karyawan gak kerja. 

Selain masalah pekerjaan,  pergeseran gaya hidup juga terlihat pada pencapaian-pencapaian individu. Pencapaian orang tua kita jaman dulu adalah bisa memiliki rumah yang nyaman,  kendaraan yang bisa memboyong seluruh anggota keluarga,  sedikit investasi di hari tua dengan beli tanah dan beberapa gram emas. Sementara,  pencapaian generasi milenial itu sudah gak melulu soal materi.  Berlomba-lomba menginjakkan kaki di sebanyak-banyaknya negara di benua Eropa,  memiliki 1 juta subscriber,  membuka cafe atau barber shop kekinian.

Memiliki rumah dan kendaraan bukan lagi tolak ukur seseorang sudah settle down.  Bahkan ada yang cita-citanya tinggal di dalam mobil van dan keliling dunia selagi muda.  Kalian bisa menemukan gambaran gaya hidup seperti ini di instagram dengan mengetik hashtag (#) living on wheels misalnya.  

Model investasi generasi milenial pun berubah. Bit coin,  reksadana,  saham,  apalagi? Melihat pilihan gaya hidup generasi milenial saat ini membuat kita dengan mudah menyimpulkan mereka didominasi oleh orang-orang kreatif, highly risk taker,  tahu caranya menikmati hidup,  berjiwa bebas,  berprinsip dan gak mau ribet. 

Karena saat ini saya sedang bekerja di salah satu BUMN,  sedikit banyak saya mengetahui bahwa turn over pegawai di beberapa perusahaan BUMN sejenis sangat tinggi. Ini mendukung teori saya di atas,  bahwa generasi milenial cenderung berjiwa bebas dan tidak ingin dikekang.  Beberapa di antara mereka bekerja di sektor-sektor pekerjaan yang umum hanya untuk mengumpulkan modal untuk kemudian memulai bisnis sesuai passion mereka.  Yang lainnya bekerja hanya untuk membiayai hobi, misalkan untuk travelling, untuk membeli kamera yang sophisticated, untuk membeli koleksi gundam? 

Sejalan dengan ciri lain generasi milenial yang gak mau ribet,  saya juga menemukan suatu tren baru yang sedang digandrungi yaitu tinggal di dalam sebuah rumah mini (tiny house).  Kalian juga dapat menemukannya dengan mudah di instagram dengan mengetik hashtag (#)  tiny house.  Rumah ini terbuat dari material kayu dengan ukuran yang tidak lebih besar dari container.  Karena ukurannya yang mini maka furniture di dalamnya juga dimodifikasi sehingga bisa muat di dalam tapi tetap nyaman digunakan oleh penghuninya.  Furniture yang digunakan sebagian besar build in.  









(klik pada gambar untuk mendapatkan tampilan yang lebih jelas)

Melihat model-model rumah tiny house saya jadi pengen punya 1. Tinggal di container sejujurnya bukanlah pengalaman yang baru bagi saya.  Dulu,  ketika masih kuliah,  saya pernah magang di suatu perusahaan tambang asing,  dimana kami mahasiswa maganya diberi tempat tinggal berupa container. 1 container dihuni oleh 2 orang.  Jangan skeptis ketika mengetahui kami tinggal di container karena sesungguhnya di dalam container itu dilengkapi dengan spring bed,  kulkas,  jaringan wifi,  shower dengan air panas dan dingin. 

Di dalam rumah container.  1 container terdiri dari 2 kamar dan 1 kamar mandi. 

Rumah container berjejer di belakang kami


Saya belum menemukan orang yang tinggal di rumah mini di Indonesia. Mungkin karena harga properti di Indonesia masih terjangkau kali ya. Sudah gitu pajak bumi bangunan juga gak seberapa.  Mungkin tren tinggal di rumah mini di luar negeri itu juga salah 1 faktornya adalah tingginya harga sewa properti.  Mau beli kok ya mahal. Belum lagi bayar pajaknya.  Mending duitnya dipake buat travelling atau beli koleksi action figure (yeahh, typical millenial). 

Apapun alasannya,  saya pengen punya 1 rumah kayak begini,  ya Allah. 

Sunday, December 9, 2018

2019 dan Resolusi yang Lebih Realistis

Ada yang sudah mulai menyiapkan resolusi 2019? Biasanya resolusi 2019 adalah menyelesaikan resolusi 2018 yang belum terlaksana yang mana adalah resolusi 2017 yang belum direalisasikan semuanya.  Gitu aja terus sampai Nick Jonas kawin dengan Priyanka Chopra. Eh,  udah ya? 

credit



Terakhir kali saya membuat resolusi adalah di tahun 2014 itu.

Ini adalah sum up nya beserta penjelasan pencapaiannya di akhir 2018 ini :

1. Menerbitkan tulisan (termasuk di dalamnya menyelesaikan 'stiletto project')

Stiletto project masih teronggok di folder yang berdebu. Tapi sejak menuliskan resolusi itu saya sudah memiliki 5 buku antoli.  Yeah... Not bad. Jadi bisa dikatakan terealisasi apa nggak ini ya?



2. Punya anak

Yes.  Ini jelas terealisasi.  Saya bahkan sudah punya 2 anak di tahun 2018 ini



3. Punya pekerjaan yang lebih 'manusiawi'

Nope!  Saya masih bekerja di tempat yang sama dan jam kerja saya masih tidak' manusiawi' juga .  But always try to enjoy

4. Tinggal serumah sama suami
  
Yash. Ini sudah terlaksana.


5. Jalan-jalan ke luar negeri
  
Belum woy! Tapi belakangan saya pengen banget ke Turki.  Ini gara-gara teracuni sama drama Turki yang tayang subuh-subuh.


Btw,  ada cara gratis ke Turki yaitu ikut Summer School. 


6. Punya usaha sendiri.

Ngg..belum terlaksana. Pernah coba jual tiket pesawat online tapi terbengkalai .  Oke berarti belum terlaksana.

7. Kembali ikut mentoring

Belum terlaksana guys.  

8. Les bahasa asing

Belajar bahasa asing sendiri di Youtube apa termasuk?  Lagi belajar bahasa Turki nih.  oke.  Gak termasuk.  Baiklah

9. Berat badan 50 kg. :P

Long way to go.  Berat badan saya sekarang 66 kg. 

Dari 9 resolusi 2014, di tahun 2018 baru 2 yang benar-benar terealisasi.  Apa-apaan ini? 

Mengingat sedikitnya resolusi yang dibuat  4 tahun lalu dapat terlaksana maka saya mencova evaluasi diri.  Apakah saya kurang gigih dan konsisten?  Ataukah resolusi saya yang kurang realistis?  Oke, kemungkinan kedua yang paling mungkin.  Gak realistis kau!

Makanya saya akan mencoba membuat resolusi yang lebih realistis dan lebih detail saat ini. Resolusinya 5 aja.

1.Agama

- Melaksanakan minimal 2 solat di awal waktu dalam sehari. Solatnya terserah mau solat yang mana.
-mengaji minimal 3 halaman tiap minggu
-solat duha minimal 5 kali dalam seminggu.
-tahajud minimal 3 kali dalam seminggu. 

2.Kesehatan

- Mengganti nasi dengan karbo kompleks lainnya minimal 2 hari dalam seminggu.  Harinya terserah.

3. Pengembangan diri

-Menamatkan nonton video belajar bahasa Turki di Youtube maksimal selesai bulan Maret 2019
-Menyelesaikan essai Turkish Summer School maksimal Februari 2019 dalam bahasa Indo
-Essai Turkish Summer School englishnya maksimal Juli 2019

4. Hobi

-Menulis minimal 1 cerpen/bulan
-Menulis minimal 1 postingan baru di blog/minggu

5. Keluarga

- Pulang kantor maksimal jam 8 malam 3 kali dalam seminggu.  Harinya terserah. Untuk bisa quality time sama anak.
- Target ajarin Ahmad bisa baca huruf maksimal bulan April 2019.

Mungkin itu saja kali ya.  Sebenarnya masih banyak keinginan lain semisal mau punya usaha sendiri seperti resolusi 2014.  Mau tinggal di rumah sendiri. Tapi hal-hal seperti itu kurang realistis dengan kondisi saya sekarang.  Dan target saya semua yang saya tulis di atas bisa terealisasi di tahun 2019,  jangan sebisanya tidak muluk-muluk. Mari berdoa bersama-sama.

Oh,  ya untuk motivasi saya akan menerapkan reward dan punishment jika ada yang terlanggar.  Saya masih memikirkan bentuk reward dan punishmentnya.  I'll let you know kalau sudah kepikiran 

Kalau kamu?  Apa resolusi 2019 mu?

Thursday, December 6, 2018

Me Time Sejenak untuk Kewarasan yang Lebih Lama



Sebenarnya ini bukan blog parenting sama sekali.  Hahah.  Tapi kenapa belakangan ini saya posting hal-hal yang berbau ke-emak-emak-an ya?  Mungkin hal itu tidak terlepas dari situasi yang saya alami saat ini. Memiliki 2 anak balita.  MEMILIKI 2 ANAK BALITA.  

Dulu sebelum menikah,  saat masih jadi perawan ting-ting, saya selalu bercita-cita ingin punya banyak anak.  Saya bukan pecinta anak kecil sih,  tapi saya juga bukan yang anti atau benci dekat anak kecil,  tapi membayangkan memiliki banyak anak dengan lelaki yang kamu cintai kan sungguh so sweet ya.  

5 tahun,  15 kilogram dan 2 anak kemudian saya segera ke dokter kandungan dan memasang KB spiral yang jangka waktunya 5 tahun.  Pengennya sih yang jangka waktu 30 tahun sekalian sebenarnya tapi yang ditawarin dokter hanya itu jadi ya sudah lah..πŸ˜…

credit



Percayalah ini wahai gadis-gadis perawan, memiliki anak tidak seindah yang kamu bayangkan.  Eh,  apakah saya saja yang merasa demikian?  Secara,  pas anak pertama saya kena baby blues,  lalu yang kedua saya overwhelmed. Memiliki anak kedua ini saya benar-benar kewalahan.  Kewalahannya justru ketika harus menangani si kakak.  Drama toilet training,  tingkah si kakak yang rada-rada hiperaktif and so on.  And so on.




Saya pernah sampai pada titik di mana saya tiba-tiba sangat memahami pilihan seorang wanita yang pernah saya baca kisahnya sekilas (lupa baca dimana)  yang ingin menghabiskan hidupnya hanya bersama anjing peliharaan. Tidak ada pernikahan dan drama rumah tangga yang mengikuti pun tak ada anak-anak dan segala kekacauan yang mungkin bisa mereka ciptakan. 

Setelah memiliki pikiran di atas saya langsung me-WA salah 1 sahabat untuk tanya tutorial cara rukiyah mandiri.  Saya tau saya kelewatan dan terkesan tak mensyukuri segala nikmat yang orang lain mungkin panjatkan dalam tiap-tiap doanya; Memiki anak,  memiliki keluarga. 

Btw,  setelah rukiyah mandiri itu saya lumayan sabar sih dalam mengarungi hari-hari dengan 2 balita iniπŸ˜‚πŸ˜‚

Sekitar 2 bulan pasca melahirkan saya sama sekali tidak bergairah melakukan aktivitas apapun. Baru belakangan ini saya semangat lagi buat nulis dan ngeblog. Dengan memiliki 2 balita saya hampir tak punya waktu untuk diri sendiri.  Nonton youtube atau lihat-lihat story ig tanpa terusik kelakuan 2 bocah itu sungguh adalah kemewahan. 

Anak saya yang pertama memiliki jam tidur yang sangat amazing dia bangun jam 7 atau jam 8-an di pagi hari.  Jarang tidur siang,  kalaupun tidur siang cuma sejaman.  Tidur malamnya jam 11. Dengan jam tidur dia yang sangat sebentar bisa ditebak kan kapan saya bisa punya waktu untuk diri sendiri?  Kalau si adik malah lebih asik.  Bangunnya cuma kalau lapar atau buang air saja. Habis dinenenin bobo lagi.  Nah,  pas adiknya bobo,  emaknya ini kan pengen leyeh-leyeh sambil nonton youtube. Tapi mana bisa hal itu terlaksana saudara-saudara sekalian kalau ada anak kecil 3 tahun yang berlompatan di kasur,  membongkar piring yang telah ditata diraknya,  memporak-porandakan seisi kamar?πŸ˜‘




Mengingat saya butuh me time untuk mempertahankan kewarasan,  maka saya menyiasati dengan bangun di dini hari.  Jam 3 s.d jam 6 akhirnya menjadi waktu favorit saya untuk melakukan hal yang saya sukai.  Nonton drama Turki (di SCTV ada drama Turki yang main jam 03.30 WITA, btw)  yang mana gara-gara drama itu saya jadi searching-searching tentang Turki dan belajar bahasanya lewat YouTube,  mengedit tulisan,  mengirimkan tulisan,  membaca percakapan grup,  membalas chattingan,  membaca cerpen,  dll,  dll yang tidak bisa saya lakukan di jam lain. 

Kadang-kadang di sela-sela kepenatan dan pertanyaan-pertanyaan kenapa begini kenapa begitu,  kenapa saya terjebak dalam rumah berasama 2 anak kecil sementara ada adik kelas yang sudah keliling 47 negara karena dapat beasiswa ke luar negri?  Kenapa saya hanya mengganti diaper saja setiap hari di mana ada teman yang kerja di salah satu pertambangan emas terbesar di dunia?  Mendapat beasiswa di luar negri dan bekerja di pertambangan adalah salah dua mimpi saya.  Dan karena saya adalah orang yang sangat ambisius maka bukan sekali dua kali saya berpikir harusnya saya juga bisa seperti mereka dan bukannya memunguti pup dan mengepel pipis si Kakak selama proses toilet training dia. 

Lalu saya segera rukiyah mandiri lagi untuk mengusir segala pikiran buruk itu.  Saya sekarang sulit membedakan mana pikiran saya dan mana pikiran yang dibisikkan setan dalam kepala saya. 

Pernah tidak kalian merasa demikian?  Kalau pernah,  itu tanda-tanda kalian kekurangan Me Time πŸ˜†πŸ˜†

Setelah menemukan jam yang kondusif untuk Me Time itu saya lebih waras di pagi harinya meskipun agak ngantuk di siang hari.  Me Time dini hari juga memberikan kesempatan saya berdialog dengan Sang Pencipta,  memohon petunjuk dan kekuatan.  Me Time dini hari memberikan banyak inspirasi.  Sebulan lalu saya telah menulis 3 cerpen. Itu angka yang fantastis untuk saya yang menulis hanya karena mood saja.  

Dan syukur Alhamdulillah saya memiliki suami yang pengertian. Karena bangun jam 3 subuh kadang-kadang saya sangat ngantuk di pagi hari.  Nah,  kalau saya tidur maka Pak Suami lah yang memasak. Thx Hon,  untuk dukungannya dalam mempertahankan kewarasan saya. Sesungguhnya saya adalah ibu dan istri yang jauh dari sempurna tapi saya terberkati dengan memiliki suami sepertimu. 😍😍

Kalau kamu,  jam berapa waktu Me Time mu dan apa yang kamu lakukan saat Me Time?