Tuesday, October 24, 2023

Terisolasi

 

TERISOLASI

Cerpen Adania Shibli


Untuk menjauh dari keramaian ibu kota, dengan atmosfernya yang tidak sehat dan tidak aman, serta untuk mencari sedikit ketenangan serta kedamaian, ia pindah ke tempat jauh, ke sebuah rumah yang terisolasi di ujung paling utara kota, dekat dengan sungai. Sebuah pekarangan terbengkalai mengantarai pinggiran sungai dan teras rumah itu. Pekarangannya kosong dan terlihat begitu luas. Terasnya sendiri, yang hanya satu meter di atas tanah, juga sangat luas, seluas langit, dan begitu pula jendelanya, tampak seperti lukisan pemandangan di mana anak-anak bisa melongok keluar.


Sumber gambar dari sini



Yang ia lakukan agar hamparan luas itu dapat menenggelamkan dirinya dalam ketenangan adalah melangkah menuju pintu teras, itu juga menjadi hal pertama yang dilakukannnya setiap pagi. Ia akan menyiapkan segelas kopi, membawanya ke teras dan duduk membelakangi bangunan rumah, menatap pekarangan dan barisan pohon yang memisahkan rumah itu dari sungai yang mengalir di belakangnya.

Ia akan memandangi cahaya pertama yang menyentuh pucuk pohon dalam barisan dan menyebar ke bagian pohonnya lainnya, lalu ke pohon sebelahnya, lalu ke seluruh barisan pohon, lalu ke pekarangan. Seperti halnya cahaya itu, ia merasa mudah saja untuk bergerak bebas tanpa ada yang menahan. Kadang-kadang ia bahkan melompat turun dari teras untuk berkeliling di tempat-tempat yang dijatuhi cahaya matahari sebelum kembali berteduh. Ini adalah kedamaian yang sudah lama ia nantikan dan yang saat ini berganti menantikannya setiap kali ia melangkah ke teras atau mendekati jendela untuk melihat ke luar.

Suatu malam, ia terbangun dengan suara ratapan yang yang aneh. Awalnya, ia tidak bisa memprediksi darimana suara itu berasal atau bagaimana suara itu bisa sampai terdengar. Ratapan itu tajam dan berulang-ulang. Seperti suara burung yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Suara itu seolah berasal dari luar jendela. Burung jenis apa yang berkicau selarut ini? suara aneh itu terus terdengar hingga akhirnya ia kembali terlelap.

Di pagi harinya saat ia menyibak gorden, teras, pekarangan dan barisan pohon seketika menjadi pemandangan yang ia lihat, segalanya terlihat luas, tenang, damai seperti sebelumnya, kecuali untuk angin kecil yang seolah tengah mencoba menghalangi matahari untuk mencapai puncak pohon pertama tempat di mana dahan-dahannya berantakan.

Ingatan akan suara misterius menyerupai kicauan burung di malam hari mungkin sudah hilang sepenuhnya jika saja ia tidak terbangun beberapa malam kemudian dengan suara lain, yang lebih aneh dan lebih keras daripada sebelumnya. Kali ini, bagaimanapun juga, ia merasa sangat ketakutan.

Terdengar bunyi benturan logam beradu, terasa sangat dekat, seperti berasal dari dalam kamarnya sendiri. Tetapi ketika ia membuka matanya, suara itu mereda, menjauh ke arah teras. Ia segera beranjak dari tempat tidur dan menyalakan lampu, agar siapa pun yang menimbulkan kegaduhan itu tahu bahwa mereka baru saja membangunkan seseorang di dalam rumah dan mereka sebaiknya segera pergi. Tak lama setelah ia menyalakan lampu, suara itu pun lenyap. Ia menuju ke pintu teras dan berdiri di sana tanpa membukanya, ragu-ragu apakah orang yang membuat kegaduhan tadi masih ada di sana atau sudah berlari melintasi pekarangan dan bersembunyi di belakang pepohonan. Hanya setelah ia merasa yakin dengan keheningan di sekelilingnya, dan tidak ada lagi suara-suara yang timbul, ia kembali ke kamarnya untuk tidur meskipun kegelishan dan ketakuan yang ia rasakan belum juga hilang.

Keesokan paginya, sinar matahari belum mencapai puncak pohon pertama ketika ia membuka pintu dan keluar untuk memeriksa teras. Tidak ada hal yang mencurigakan, tidak ada goresan atau kerusakan pada saluran pipa pembuangan, yang merupakan satu-satunya benda logam di sana. Semuanya terlihat baik-baik saja. Ia kembali ke dalam untuk membuat kopi. Berencana untuk meminumnya sambil duduk-duduk seperti biasanya, memandangi matahari terbit yang muncul di antara cahaya-cahaya di puncak pohon, berharap hal itu dapat menyingkirkan kegelisahan yang ia rasakan tadi malam. Ketika ia kembali, sinar matahari sudah membanjiri barisan pohon, tetapi pemandangan tenang di sekitarnya tetap saja mampu menghadirkan kedamaian dan mengusir kegelisahan dari malam sebelumnya sehingga yang tersisa hanya sedikit kebingungan saja tentang apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.

Hingga pada suatu pagi, di mana terlihat seperti pagi biasa, ia tiba-tiba saja diserang kegelisahan dan kecemasan yang tak dapat ia jelaskan. Ia tidak mengerti dari mana perasaan itu berasal hingga ia melihat keluar jendela.  Pada mulanya ia tidak begitu yakin apa yang sedang ia saksikan, atau ia tidak yakin apakah yang tengah ia lihat itu benar-benar berada di sana. Di tengah pemandangan yang luas dan lengang itu, di ujung pekarangan, di sebelah barisan pepohonan, berdiri sebuah bayangan gelap. Ketika dilihat dengan saksama, bayangan itu mewujud menjadi sesosok makhluk besar yang tengah balas menatapnya. Ketika ia sudah yakin dengan apa tengah dilihatnya, ia segera pergi dari jendela dan bersembunyi untuk menghindari tatapan si makhluk besar. Pagi itu, alih-alih pergi ke teras seperti yang selalu ia lakukan sejak pindah ke rumah tersebut, ia justru membawa kopinya ke dalam kamar.

Setelah mengumpulkan keberanaian, ia kembali ke jendela untuk melihat sosok gelap di luar sana tetapi, keadaan tampaknya telah kembali normal. Tak ada tanda-tanada keberadaan makhluk raksasa seperti yang sebelumnya ia saksikan. Namun, ketakutan yang terlanjur tercipta di dalam dirinya cukup besar sehingga meninggalkan kesan buruk pada pemandangan di luar sana.

Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, dari arah belakang rumah kembali terdengar bunyi gaduh yang memekakkan telinga, sehingga untuk berdiri di samping jendela demi melihat apa yang tengah terjadi serasa mustahil. Tukang besi dan asistennya sudah tiba di pagi hari dan telah selesai dengan pekerjaan mereka membuat pagar mengelilingi teras pada siang hari. Ketika mereka pergi, mereka tidak hanya meninggalkan puing-puing besi di mana-mana, tetapi juga pemandangan yang benar-benar baru.

Pekarangan itu tidak lagi bisa terlihat seluruhnya; sekarang yang bisa ia lihat hanyalah pemandangan di kejauhan, di mana barisan puncak pohon bersentuhan dengan langit. Kemudian, ketika ia menarik kursi dan duduk di teras, bahkan pemandangan lama tak tersisa sedikit pun. Yang tersisa hanyalah lapisan tipis langit di sela-sela ujung pagar dan atap. Awalnya, ia mencoba melihat melalui celah-celah sempit antara batang-batang pagar, tetapi melakukan hal itu segera membuat matanya lelah. Akhirnya, ia terbiasa hanya menatap langit, berhati-hati untuk tidak menoleh ke atas atau ke bawah sedikit pun, jika tidak, garis pandangnya akan bertabrakan dengan atap teras, yang bahkan tidak pernah ia perhatikan sebelum hari ini, atau pagar logam yang gelap. Namun, paling tidak, ia merasa aman lagi.Top of Form

Tapi kedamaian itu tidak berlangsung lama; setelah beberapa malam, ia kembali terbangun oleh ratapan makhluk aneh tersebut, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Kemudian, beberapa malam setelahnya, saat ia sedang tidur, dentuman yang membahana menusuk kepalanya, lebih keras dari sebelumnya, datang dari sepanjang pagar.

Sejak malam itu, begitu selesai membuat kopi di pagi hari, ia akan segera kembali ke kamar tidurnya dan berdiri di dekat jendela besar yang menghadap keluar, karena pemandangan dari sana lebih luas daripada teras yang dikelilingi pagar, dan akan mudah baginya untuk melihat siluet gelap raksasa itu kalau makhluk tersebut datang lagi. Ia sudah bersiap untuk itu.

Diterjemahkan dari Bahasa Arab oleh Katharine Halls

Dipublikasikan pada  3 November 2020

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sabrina Lasama


 Sumber : https://www.ndbooks.com/article/isolated/


Adania Shibli, lahir pada tahun 1974 di Palestina, telah menulis novel, naskah drama, cerita pendek, dan esai naratif, yang diterbitkan dalam berbagai antologi, buku seni, dan majalah sastra dan budaya dalam berbagai bahasa. Novel terbarunya, "Minor Detail," diterbitkan di Amerika Serikat oleh New Directions pada tahun 2020, dalam terjemahan oleh Elisabeth Jacquette, dan telah diterjemahkan ke banyak bahasa, termasuk terjemahan ke bahasa Jerman (diterbitkan oleh Berenberg Verlag). "Minor Detail" menjadi finalist dalam National Book Award dan masuk dalam daftar panjang untuk International Booker Prize tahun 2021.