Wednesday, July 27, 2016

Foto Pernikahan Mamak

#Eventjodoh
#KBM


Kalau kalian ke rumahku di kampung, pada ruang tamu akan terlihat foto berbingkai kayu berukuran cukup besar sehingga eksperesi Mamak terlihat jelas di sana.

Itu foto pernikahan Mamak dan Bapak. Di atas pelaminan, di apit kakek nenekku. Pemandangan yang kontras adalah wajah sepasang pengantin. Mamak merengut hingga bibirnya mengerucut. Bapak di sampingnya tertawa dengan sumringah. Foto tersebut menyimpan begitu banyak nostalgia. Termasuk olok-olok dari paman dan tante menyoal wajah Mamak yang terlipat tujuh.

"Katanya tak sudi, belum satu tahun menikah sudah hamil." Paman, kakak Mamak, yang paling sering memulai topik ini jika di hari Lebaran keluarga besar terkumpul.

Lalu seisi rumah tertawa. Yang paling keras adalah tawa bapak. Suatu ketika aku pernah bertanya tentang ekspresi bapak di dalam foto itu.

"Bapak tidak bisa menahan tawa lihat eksperesi wajah Mamak kamu waktu itu, Ana."

Pernikahan Mamak dan Bapak adalah pernikahan yang diatur oleh keluarga besar. Usia Mamak masih sangat muda. 18 tahun. Usia Bapak 25.

Pernikahan yang diatur biasanya menimbulkan luka dan tidak menyisakan ruang bagi calon pasangan pengantin untuk bersuara.

"Mamakmu itu benci sekali sama Bapak. Iyalah, wong baru dikenalin minggu depannya langsung disuruh kawin," Bapak melanjutkan.

"Kalau Bapak sendiri?" Tanyaku. "Bagaimana perasaan Bapak ke Mamak?"

"Bapak sudah tergila-gila pada Mamakmu sejak pertama kali bertatap muka."

Begitulah Bapak. Lelaki humoris dimana tawa lebar tak pernah lepas dari wajahnya. Ketika aku kuliah di sebuah universitas di ibu kota, bapak yang paling sering mendatangi kosku. Ia begitu cepat akrab dengan teman-teman se-kos, sehingga kalau aku baru kembali dari kampung yang pertama kali ditanyakan oleh teman-teman selalu perihal bapak.

"Kapan bapakmu datang lagi, Ana?"

"Bapakmu lucu banget. Orangnya gaul."

Hari ini tiga tahun sejak meninggalnya Bapak. Hari ini 27 tahun sudah foto pernikahan Mamak digantung di ruang tamu. Hari ini, 7 hari lagi aku menikah. Pernikahan yang kujamin tidak akan dihadiri oleh keluarga besar Bapak dan Mamak sebab aku menikahi lelaki yang bukan pilihan mereka. Sebab aku menunda untuk menikah dengan alasan menyelesaikan S2.

"Ana..." Mamak menepuk pundakku. 

Sejak dimusuhi keluarga besar Mamaklah satu-satunya orang yang berpihak padaku. Merestuiku.

"Mak, Ana rindu Bapak," gumamku pelan.

"Kau pikir Mamak tidak?"

"Apakah keputusan Ana menikah ini salah? "

"Tidak, sayang. Mamak tidak pernah setuju tentang tradisi keluarga kita yang mengatur pernikahan. Pernikahan itu hak masing-masing individu. Mamak tidak akan membuat kamu merasakan apa yang Mamak rasakan dulu."

Aku terdiam mengusut air mata.

"Tapi Mamak selalu berdoa, agar lelakimu itu, minimal sebaik Bapak."

Aku kini terisak.

Begitulah bapak yang meninggalkan Mamak dengan banyak kenangan ke haribaan pencipta. Di pemkamannya, Mamak yang paling hebat bersedih. 

Orang-orang bilang, pernikahan itu media bertumbuhnya segala rasa dan asa. Demikianlah perasaan Mamak terhadap Bapak. 

Semoga perasaanku terhadap lelaki  yang nantinya akan mengimamiku pun demikian.

Manado,270716
#sabrina

(444 kata termasuk judul, tidak termasuk titimasa)

Tuesday, July 26, 2016

Padahal Aku Sudah Ingin Dinikahi Penulis

Padahal aku sudah ingin dinikahi saja oleh penulis.

Kala imajinasiku membumbung, ia sanggup menyambung, bukannya menambah gravitasi sehingga pikiran sulit melayang dan konsentrasi.

Kau tahu, aku tahu, bahwa kau bukan seorang penulis. Pembaca handal pun tidak. Lalu bagaimana aku bisa berbagi tentang halaman buku yang baru saja aku lewati.

Pergi ke toko buku pun kau lebih memilih menunggu di luar makan takoyaki.

Ah, padahal aku ingin dinikahi saja oleh seorang penulis. Yang kalau sedang serius pasti sangat manis. Bukan yang ketika mendengar ide cerita malah meringis.

Tapi kemudian aku sadar bahwa kau adalah setiap kata yang menghimpun paragraf, kau adalah koma pada kalimat-kalimat buntu, kau adalah spasi pada dialog tak berkesudahan.

Tapi kemudian aku sadar bahwa sebenarnya kau lebih suka bercerita. Kau bahkan sanggup menceritakan kisah malam ke 1002 padahal orang-orang pikir sudah tamat di malam ke 1001.

Lalu aku sadar kau pendongeng handal, meski satu-satunya buku yang kau tamati adalah buku motivasi karya Robert T Kiyosaki.

Lalu aku sadar kau adalah pencerita ulung yang tidak pernah kehabisan ide bercerita. Kau hanya tidak sanggup menuliskannya dalam kata-kata. 

Sejak dulu kau adalah setiap kata yang aku tulis. Sekarang dan seterusnya, isi kepalamu adalah apa yang aku tulis.

Kau ada sehingga aku tidak kehabisan cerita.

Saturday, July 23, 2016

Di Balik Gharqad Muda



Tangan mungilnya penuh dan begitu sibuk. Batu di kepalan tangan kanan. Kitab suci didekap di dada oleh tangan kiri. Dari tempatnya bersembunyi ia bisa melihat sol sepatu kokoh milik para tentara. Tentara berseragam yang dua hari lalu menyerbu gang-gang di kampungnya. Menembaki beberapa warga. Menjadikannya yatim piatu. Duka belum berlalu ketika taman bermainnya pun dibombardir. 

"Kenapa paman? Kenapa? Aku hanya bocah pengahafal kitab. Belum lah lagi 10 tahun," ia membatin. Tangannya gemetaran tapi hati mungilnya tidak gentar. Ia menghitung-hitung dengan cermat Lalu melompat dari tempat persembunyian. Hup! Tepat sasaran! Kerakal merobek pelipis salah satu tentara. Si tentara berteriak kesakitan. Teman-temannya Refleks menarik pelatuk. Dor! Dor! Dor! 

"Aku tidak takut paman! Aku tidak takut! Lihatlah namaku telah terukir di surga! Aku lah tentara Tuhan!" Teriak bocah itu sebelum peluru menembus tempurung kepalanya.

Wajah para tentara pias. Pucat seputih kertas. Khawatir jangan-jangan bocah ini membawa gerombolan temannya. Para penghafal kitab. Tidak mau ambil resiko, mereka lari tunggang langgang menuju ke balik pohon gharqad.

"Tampaknya kita perlu menanam lebih banyak gharqad karena para wanita di desa ini semakin banyak melahirkan bocah-bocah yang tidak takut mati!" Seru salah satu tentara yang adalah pemimpin mereka.

"Siap,sir! 1000 gharqad muda siap di tanam sebelum fajar" sahut anggotanya.

"Siapkan rudal pembantai massal. Target malam ini adalah pemukiman Chaos. Saya ingin laporannya,"sang pemimpin kembali memberi instruksi.

"Siap, sir. Pemukiman chaos memiliki jumlah penduduk sebanyak 325 jiwa. 170 di antaranya wanita. 53 diantaranya sedang mengandung," anak buahnya memberi laporan.

"Apa?! Bukankah dua tahun lalu penduduk pemukiman Chaos kurang dari 200 jiwa?" Sang pemimpin terkejut.

"Memang benar, Sir. Tapi tingkat lelahiran di pemukiman Chaos meningkat 3 kali lipat dalam dua tahun terakhir."

Sang pemimpin terkejut. Takut mulai merayapi lubuk hatinya namun ia berusaha menahan mimik wajah. Ia harus terlihat tetap tenang untuk menguatkan semangat para tentara yang ia pimpin.

Di ufuk barat matahari mulai terbenam. Hembusan angin senja menggoyangkan dahan-dahan gharqad membisikkan cerita turun temurun dari nenek moyang tentang suatu masa ketika tidak ada lagi yang bisa melindungi kecuali sebatang pohon.