Tulisan ini saya ambil dari note FB yang saya tulis pada tanggal 5 Oktober 2012.
kalau ada yang belum tau Aileu dimana, mari saya perlihatkan di peta
Nah, ada yang masih ga ngeh dimana tempat bernama Aileu ini berada? Aileu adalah salah satu kabupaten di Propinsi Timor-Timur. Dulunya propinsi yang ber-ibu kota Dili ini masih menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI. Tapi setelah jajak pendapat tahun 1999 (waktu itu presidennya adalah Pak Habibie, kisahnya membebaskan Timor-Timur ini di cuplik sedikit dalam film Habibie-Ainun kemarin) Propinsi Timor-Timur berubah menjadi negara Timor Leste.
Saya pernah berada di sana. Ya, di Aileu sana saat berumur 2 tahun hingga kelas 4 SD demi mengikuti si Papa yang tugas di Departemen Perindustrian Dili.
Nah, berikut tentang Aileu yang sempat saya tulis di Note FB
Aileu, Timor- Timur 1995
Dingin. Hujan membeku. Kalau kamu tinggal di Aileu, salah satu kabupaten di Timor-timur, kamu tidak perlu kulkas untuk mengawetkan buah dan sayuran. Temperatur di Aileu sudah melakukannya untukmu.
“Benar boleh buat saya?” mataku masih mengerjap takjub memandangi kaleng biskuit yang baru diberikan Kak Gurit padaku. Di dalamnya ada burung gereja yang kemarin nyasar di sekitar rumah kami.
“iya, kenang-kenangan. Dijaga ya” kak Gurit balas tersenyum. Dia yang menangkap burung gereja itu kemarin. Dia tetanggaku. Kakak kelas ku di SD. Saya kelas 1, dia kelas 4. Dia orang pertama yang menjadi objek dari kata kerja baru dalam kamusku. Suka.
Aku mengangguk. Lalu terkejut saat ia mengecup pipi tembemku. Dia hanya balas nyengir memamerkan deretan gigi depannya yang rusak.
“Ayo..ayo..naik ke mobil” suara Mama agak tidak sabar. “aduh, bu Yanto. Saya pamit dulu ya”
“Hati-hati bu Is, insya Allah kalo jodoh kita ketemu lagi” sahut bu Yanto memeberikan Mama pelukan perpisahan. Bu Yanto ini ibunya kak Gurit. Tetangga kami yang paling baik. Rumah kami hanya berbatas dinding.
Kalau jodoh kita ketemu lagi. Kalau jodoh. Jodoh. Kata-kata itu terus terngiang sepanjang perjalananku pindah hingga beberapa tahun kemudian. “Tante Yanto mau jodohkan saya dengan kak Gurit? Wah, senangnya!” Saat kelas 4 SD saya baru tau itu ungkapan lazim yang diucapkan justru saat kita akan berpisah dan tidak tau kapan lagi akan bertemu.
Jadi, selamat tinggal Aileu, selamat tinggal Kak Gurit. Selamat tinggal sekolah yang di depannya ada lapangan helikopter dan penjual es mambo paling enak sedunia. Rasa es mambo itu tidak pernah bisa hilang dari lidahku bahkan hingga berumur 21 tahun sekarang. Sayang, sudah berpuluh penjual es mambo yang saya jumpai hampir di seluruh Indonesia tidak ada yang memiliki rasa seperti itu. Rasa kenangan masa kanak-kanak yang selalu berusaha saya jaga tetap melekat dalam ingatan.
Saya menatap sekali lagi rumah sederhana tempat saya tinggal sebelum pindah. Saya lahir di Lamongan, Jawa Timur namun setahun kemudian sampai saat itu Papa membawa saya tinggal di sana. Di rumah itu, yang ruang depannya dijadikan warung oleh mama. Yang di halaman depannya banyak tanaman jagung dan kumbang warna-warni. Yang adikku lahir di sana. Yang banyak bebek berkeliaran. Yang sepanjang jalannya pernah saya, adik saya dan Papa telusuri demi mencari kemasan permen Trebor sebanyak-banyaknya yang kemudian ditukarkan dengan hadiah. Hadiahnya itu 1 dos minyak goreng yang dijual mama lagi di warungnya.
Kenangan masa kecil kembali berlalu begitu saja. Kami pindah karena Papa dapat pekerjaan tetap di Dili, Ibu kota provinsi Timor-timur. Sepanjang perjalanan antara Aileu dan Dili yang berliku-liku saya mabuk perjalanan. Muntah berkantung-kantung membuat wajah saya pias. Wajah Mama pun pias karena dia juga pengidap penyakit mabuk perjalanan. Sungguh tidak menyenangkan. Bahkan demi mencium bau kendaraan saja, tanpa harus naik ke atasnya saya bisa langsung pusing dan mabuk. Tenang saja. Penyakit itu hilang beberapa belas tahun kemudian di sebuah kota lain nun jauh ke arah selatan Indonesia sana. Makassar.
kalau ada yang belum tau Aileu dimana, mari saya perlihatkan di peta
picure by wikipedia.org
Nah, ada yang masih ga ngeh dimana tempat bernama Aileu ini berada? Aileu adalah salah satu kabupaten di Propinsi Timor-Timur. Dulunya propinsi yang ber-ibu kota Dili ini masih menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI. Tapi setelah jajak pendapat tahun 1999 (waktu itu presidennya adalah Pak Habibie, kisahnya membebaskan Timor-Timur ini di cuplik sedikit dalam film Habibie-Ainun kemarin) Propinsi Timor-Timur berubah menjadi negara Timor Leste.
Saya pernah berada di sana. Ya, di Aileu sana saat berumur 2 tahun hingga kelas 4 SD demi mengikuti si Papa yang tugas di Departemen Perindustrian Dili.
Nah, berikut tentang Aileu yang sempat saya tulis di Note FB
Aileu, Timor- Timur 1995
Dingin. Hujan membeku. Kalau kamu tinggal di Aileu, salah satu kabupaten di Timor-timur, kamu tidak perlu kulkas untuk mengawetkan buah dan sayuran. Temperatur di Aileu sudah melakukannya untukmu.
“Benar boleh buat saya?” mataku masih mengerjap takjub memandangi kaleng biskuit yang baru diberikan Kak Gurit padaku. Di dalamnya ada burung gereja yang kemarin nyasar di sekitar rumah kami.
“iya, kenang-kenangan. Dijaga ya” kak Gurit balas tersenyum. Dia yang menangkap burung gereja itu kemarin. Dia tetanggaku. Kakak kelas ku di SD. Saya kelas 1, dia kelas 4. Dia orang pertama yang menjadi objek dari kata kerja baru dalam kamusku. Suka.
Aku mengangguk. Lalu terkejut saat ia mengecup pipi tembemku. Dia hanya balas nyengir memamerkan deretan gigi depannya yang rusak.
“Ayo..ayo..naik ke mobil” suara Mama agak tidak sabar. “aduh, bu Yanto. Saya pamit dulu ya”
“Hati-hati bu Is, insya Allah kalo jodoh kita ketemu lagi” sahut bu Yanto memeberikan Mama pelukan perpisahan. Bu Yanto ini ibunya kak Gurit. Tetangga kami yang paling baik. Rumah kami hanya berbatas dinding.
Kalau jodoh kita ketemu lagi. Kalau jodoh. Jodoh. Kata-kata itu terus terngiang sepanjang perjalananku pindah hingga beberapa tahun kemudian. “Tante Yanto mau jodohkan saya dengan kak Gurit? Wah, senangnya!” Saat kelas 4 SD saya baru tau itu ungkapan lazim yang diucapkan justru saat kita akan berpisah dan tidak tau kapan lagi akan bertemu.
Jadi, selamat tinggal Aileu, selamat tinggal Kak Gurit. Selamat tinggal sekolah yang di depannya ada lapangan helikopter dan penjual es mambo paling enak sedunia. Rasa es mambo itu tidak pernah bisa hilang dari lidahku bahkan hingga berumur 21 tahun sekarang. Sayang, sudah berpuluh penjual es mambo yang saya jumpai hampir di seluruh Indonesia tidak ada yang memiliki rasa seperti itu. Rasa kenangan masa kanak-kanak yang selalu berusaha saya jaga tetap melekat dalam ingatan.
Saya menatap sekali lagi rumah sederhana tempat saya tinggal sebelum pindah. Saya lahir di Lamongan, Jawa Timur namun setahun kemudian sampai saat itu Papa membawa saya tinggal di sana. Di rumah itu, yang ruang depannya dijadikan warung oleh mama. Yang di halaman depannya banyak tanaman jagung dan kumbang warna-warni. Yang adikku lahir di sana. Yang banyak bebek berkeliaran. Yang sepanjang jalannya pernah saya, adik saya dan Papa telusuri demi mencari kemasan permen Trebor sebanyak-banyaknya yang kemudian ditukarkan dengan hadiah. Hadiahnya itu 1 dos minyak goreng yang dijual mama lagi di warungnya.
Kenangan masa kecil kembali berlalu begitu saja. Kami pindah karena Papa dapat pekerjaan tetap di Dili, Ibu kota provinsi Timor-timur. Sepanjang perjalanan antara Aileu dan Dili yang berliku-liku saya mabuk perjalanan. Muntah berkantung-kantung membuat wajah saya pias. Wajah Mama pun pias karena dia juga pengidap penyakit mabuk perjalanan. Sungguh tidak menyenangkan. Bahkan demi mencium bau kendaraan saja, tanpa harus naik ke atasnya saya bisa langsung pusing dan mabuk. Tenang saja. Penyakit itu hilang beberapa belas tahun kemudian di sebuah kota lain nun jauh ke arah selatan Indonesia sana. Makassar.
0 comments:
Post a Comment