Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis ini. Sejak tahun lalu ketika isu-isu berbau SARA santer di mana-mana dan bikin suasana tidak enak.
Lalu keinginan untuk menulis itu terlupakan, lalu tiba-tiba di suatu siang saya membaca salah satu post di blognya Mami Ubii dan merasa terinspirasi. Aktivitas per-blog-an saya belakangan ini memang berkiblat ke ibu muda kece yang satu itu.
Oh ya, ini postingan yang menginspirasi tersebut.
Nah, keadaan sekarang tampaknya sudah mulai cooling down, tidak ada berita-berita bernada sumbang lagi di tv-tv. Apa saya yang nggak update ya? Jujur saya jarang sekali nonton tv pasca Lebaran kemarin. Terakhir nonton Pesbuker karena banyak artis Indianya π
π
π
.
Eh, kembali ke laptop. πππ. Jadi, saya dibesarkan di lingkungan yang sangat heterogen. Saya pernah tinggal di Dili, Timor Leste dan tetangga sekompleks saya itu multi culture, multi religion, multimart, multi talenta dan multi-multi yang lain sebutin sajalah. Tetangga sebelah rumah saya adalah Nasrani, tetangga depan rumah beragama Hindu, dan kami hidup rukun, aman dan damai.
Jadi kepada siapa saja yang ngomong Bhineka-bhinekaan belakangan ini, saya mau bilang kalau dari kecil dulu saya sudah mengaplikasikan yang namanya bhineka tunggal ika. Jadi lucu saja kalau sekarang saya lihat spanduk bhineka tunggal ika di beberapa tempat. Udah pada lupa pelajaran PPKN kali ya kalau sampai tidak mengindahkan lagi yang namanya Bhineka Tunggal Ika.
Selepas dari Dili, saya pindah ke kampung halaman Papa saya di Manado. Di Manado ini juga sangat heterogen. Masyarakatnya beraneka ragam latar belakang. Waktu SMA, di kelas saya yang siswanya 20 lebih itu yang Muslim cuma 5, sehingga kalau belajar agama kelas 1,2,3 digabung biar jumlahnya banyakan. Natalan, Lebaran dan Imlek sama ramainya. Ramai sama anak-anak kecil yang minta angpao π
. Dan kami baik-baik saja.
|
Haloo Gengsπ |
Beranjak kuliah dan saya menjadi anak rantau di Makassar. Berkebalikan dengan di Manado, di sana Muslimnya mayoritas. Sahabat cewek-cewek seangkatan ada 20 yang bukan Muslim 6 orang. Dan sekali lagi, kami baik-baik saja. Saling mengasihi dan begitu solid. Maklum, seangkatan 130 orang, 20 doang ceweknya, 110 cowok. Gimana nggak makin solid tuh? Kami butuh bersatu padu untuk gosipin cowok-cowok. Hahaha.
|
Hai Sayangs... |
Di lingkungan kerja yang sekarang juga sangat beragam.
|
Cinta Manissss π |
Di dalam Islam dikenal dengan istilah Habluminallah dan Habluminannas. Beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama. Allah pun dalam kitab sucinya tidak membatasi berbuat baik ini harus kepada siapa. Berbuat baik lah kepada siapapun! Siapapun! Dengan catatan, ia tidak memerangimu, tidak pula memerangi agamamu.
Bergaullah dengan siapaun tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, jabatan atau embel-embel lainnya. Sebebas mungkin asal tidak menyerempet akidahmu. Contohnya begini, sesayang apapun saya sama teman Nasrani saya, saya tidak akan datang kalau diundang ibadah di gereja. Orang saya ibadahnya di mesjid. Kalau di undang kawinan atau ulang tahun saya mau π. Berlaku pula sebaliknya. Teman Hindu saya juga tentunya tidak akan mau kalau saya ajak pengajian di Mesjid, orang dia sembahyangnya di Pura.
Jadi pointnya adalah, bergaullah dengan siapa saja tapi tetap pada koridor masing-masing. Apalagi kalau sudah berbau-bau keyakinan, sebisa mungkin janganlah saling menyinggung. Ingat, keyakinan itu memihak. Masing-masing orang mengaggap keyakinan yang dia anut yang paling benar. Kalau tidak benar ngapain susah-susah masih menjalankan ritual ibadah agamanya?
Itu baru soal Agama, belum lagi soal Ras, belum lagi soal Suku.
Intronya panjang banget padahal saya cuma ingin menceritakan tentang salah satu sahabat saya di antara sahabat lainnya, di mana kami begitu berbeda, tapi saya sangat menyayanginya.
Halo Mama Ahong, jangan Geer ya kamu kalau baca ini ππ.
Namanya Femmy. Orang Kendari. Teman kuliah saya di jurusan Teknik Mesin Unhas. Dia seorang Nasrani. Mungkin karena sama-sama cerewet, sama-sama hobi membaca dan menulis, jadinya kami nyambung. Saya sering nginap di kosannya. Ada hal-hal kecil yang bikin saya tersentuh ketika itu. Jadi, ceritanya di kosannya Femmy ini air hanya mengalir di jam-jam tertentu. Biasanya pagi-pagi banget.
Saya terharu ketika pertama kali menginap di kosannya dan saya bangun kira-kira jam 6-an untuk solat Subuh, yang mana ini kesiangan π dan Femmy bilang, "saya sudah tampungkan air untuk kamu wudhu. Kalau jam begini air sudah mati."
Saya terenyuh dan terharu. Tapi saya nggak pernah bilang sama dia. π. How kind you are, Fem...
Femmy bangun lebih pagi dari saya dan menampungkan air untuk saya pakai berwudhu. ππ
Pernah terjadi suatu kisah lagi. Jadi, Mukenah saya ketinggalan di kosannya Femmy, ketika beberapa hari kemudian saya datang Femmy bilang, "Eh, itu mukenahmu ketinggalan. Sudah saya cuci sekalian waktu saya cuci baju."
Dan lagi-lagi saya terharu. Tapi saya nggak bilang juga. ππ
Sebalikanya, saya sering bertanya-tanya ketika kebetulan hari Minggu kami bersama dan dia tidak ke Gereja. "Tidak ibadah kamu?" Yang kadang-kadang hanya dijawab dengan cengiran karena ini anak emang rada-rada malas. Kalau lagi insyaf saja ke gerejanya. π
Singkat cerita, Femmy ini menikah dengan salah satu teman seangkatan kami. Chinese, Budha. Dan kemudian Femmy menetap di Makassar. Nah, saya yang kebetulan ketika selesai kuliah masih jadi anak kos di Makassar sering banget numpang makan di rumah mereka. πππ. Suami istri ini baik banget. Waktu saya keselo dan tidak bisa jalan mereka datang ke kosan saya dan bawakan makanan. π Halo kakak Iwank. Makan yang banyak ya. Jangan ayam terus yang dikasih makan.π
Mengasihi orang yang berbeda dengan kita sebenarnya sudah dari jauh-jauh hari dicontohkan oleh Papa Mama saya. Ketika masih tinggal di Timor-Timur, entah bagaimana awal mula kisahnya, Mama memiliki seorang yang bisa dikatakan anak angkat. Pribumi Timor Leste. Nasrani. Bernama Petrus. Halo kak Pit π.
Dia tinggal bersama keluarga saya cukup lama. Orang tua saya menyekolahkan dia hingga SMA dan sebagai gantinnya dia membantu pekerjaan rumah tangga sepulang sekolah. Adik saya bahkan tidak mau disuapi kecuali oleh Kak Pit sambil dikisahkan dongeng.
Ketika keluarga saya pindah ke Manado kami lost contact. Hingga suatu hari sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu Mama saya heboh karena entah darimana Kak Pit dapat nomor telpon Mama dan menghubunginya. Sekarang komunikasi kami tersambung lagi. Kak Pit tinggal di Flores dan sudah jadi PNS.
Libur Lebaran kemarin saya mengupayakan sebisa mungkin untuk bertemu dengan Femmy. Senang sekali berjumpa lagi setelah 4 tahun tidak ketemu. Terakhir ketemu waktu saya nikah dan dia datang dengan segala kerempongannya membawa Ahong yang masih balita.
|
Dari kiri ke kanan : Ahong, Saya, Femmy, Chicing |
Sekarang Ahong sudah besar dan sudah punya adik bernama ching-ching serta calon adik lagi di dalam perut.
Sehat-sehat terus ya kamu dan keluarga. πππ
Oh, ya. Sekarang sepertinya sejarah terulang. Saya dan Ical 'mengadopsi' seorang gadis yang dibawa Ical dari Pinrang. Kami sudah berniat akan membiayai sekolah SMA nya berhubung dia berasal dari keluarga kurang mampu. Syukur Alhamdulillah Ahmad jadi punya teman main dan ada yang bantu-bantu saya beres-beres rumah π. Namanya Tina.
Awalnya, Tina ini sedih banget mau dibawa ke Manado. Secara di belum pernah sekalipun jauh dari orang tua. Tapi, Ical berhasil membujuknya dengan kalimat pamungkas, "Tina, di Manado sana gerejanya besar-besar dan bagus-bagus." Lalu kemudian dia mau ikut. ππ Rupanya Tina orang yang sangat religius dan selama di Manado hingga detik ini hanya pernah sekali absen ke Gereja karena sakit perut π.
Sebenarnya masih banyak pengalaman hidup berdampingan dalam perbedaan yang ingin saya tulis. Tapi kok rasanya ini sudah terlalu panjang ya...
Diakhiri saja kalau begitu. Bubye...π