Saturday, August 17, 2013

Berburu Kosmetik Halal Part 2

eng..ing..eng..

Mengingat banyaknya peminat postingan Berburu Kosmetik Halal Part #1 (Halaaaah, gaya bangett!), maka saya memutuskan untuk kembali menulis lanjutan dari perburuan saya. heheh

Hey, saya menyempatkan menulis ini di tengah-tengah kesibukan dan kegalauan mempersiapkan pernikahan yang tinggal hitungan hari saja (ini curhat) dan juga kesibukan berburu calon debitur demi target booking 2,5 M per bulan (ini kenyataan. hikzz)

Oke, kita tidak usah berlama-lama mengintro.

Lets cekidot.

Anyway, sebanarnya saya masih punya struk harga barang-barang yang akan saya review di bawah ini, tapi berhubung struk harganya entah dimana dan saya malas nyari (alasan terusss) jadinya ya sudah...ga usah ada info harga produknya. Lagian produk-produk yang akan saya review ini adalah produk-produk berlabel halal dengan harga miring. Buktinya saya bisa beli. hohoho...

1. Lulur Mandi Purbasari.

Saya senang sekali melihat ada label halal di kemasan lulur ini. Sorak-sorak bergembiralah pokoknya. Selain harganya murah, lulur ini juga sudah familiar buat saya sejak jaman kuliah tempo dulu. Saya memang pengguna setia lulur mandi purbasari sebelum akhirnya berpindah ke lain hati ke Lulur Susu Kambing (saya lupa nama kerennya apa) yang menurut saya memberikan hasil yang lebih maksimal. Namun karena belakangan ini saya lagi getol-getolnya berburu kosmetik halal, maka dari itu saya mendepak si lulur susu kambing itu dari kamar mandi. Habisnya ga da label halal sih. Dan ketika mencari-cari kira-kira bisa beralih ke lulur yang mana, saya temukanlah si Purbasari ini plus dengan label halalnya. Asoooyyy. Langsung saya masukin keranjang belanja.

Lulur Mandi Purbasari
Label halal tercantum di tutupnya. Segala varian lulur ini sudah berlabel halal. Bagaimana efeknya di kulitku? yah, ga begitu signifikan sih.. soalnya kulit saya kan gelap luar biasa. hahah. Tapi ketika badan letih, lesu dan tak bertenaga (Halah) saya sangat merekomendasikan memakai lulur ini sebelum mandi. Setelah di pakai di seluruh badan sembari meijat-mijat bagian tubuh yang lelah, langkah selanjutnya adalah mandi kemudian tidur. Bangun tidur dijamin fresh lagi. Insya Allah. :)


2. Jhonson's Baby Lotion

Selayaknya sabun Jhonson saya saya ulas di Postingan sebelumnya, lotion ini pun terdapat label halal di kemasannya. So, jangan takut dan jangan ragu.. Wangi varian lotion jhonson juga menggugah selera (eh?). Teksturnya ga lengket-lengket amat, ga cair-cair amat. Pokoknya pas.

Jhonson's Baby Lotion

3. Wardah Lightening Body Lotion

Kalo ini ga perlu dibahas lagi panjang lebar kan ya? secara Wardah adalah pelopor kosmetik halal di Indonesia. Kenapa saya membeli Wardah padahal sudah membeli Jhonson? Itu karena (kalo ga salah) Wardah punya kandungan sunscreen dan sepertinya Jhonson-karena dia notabene adalah lotion bayi, tidak memiliki kandungan serupa. Jadi ketika habis mandi di pagi hari di hari kerja saya biasanya pake Wardah. Kalau lagi libur dan di rumah saja, saya pake Jhonson. Hahahah. (Hal ini tidak untuk ditiru yee)

Wardah Lightening Body Lotion

4. Produk Viva.

Viva adalah salah satu produk yang saya suka. Selain harganya terjangkau Variannya seperti Skin Food Cream  dan Milk Cleanser sudah tumbuh besar bersama saya. Heheheh. Saya pernah baca artikel yang menyebutkan seluruh produk Viva halal (lupa artikelnya apa). Waktu ke toko pun banner-banner produk viva disertai logo halal. Tapi sampai perburuan terakhir, saya belum melihat logo halal di kemasan kosmetiknya sendiri. :( Anyone kalo ada yang punya info akurat mengenai kehalalan viva silahkan jangan ragu-ragu di share. 


Keep Beauty, stay Syar'i :))

Friday, August 16, 2013

When Me Getting Married :(:


Picture was teken from here


Menulis ini di H-21 sebelum ijab kabul terucap, sebelum  meja panjang digelar, sebelum sebuah benda melingkar di jari manis.(Insya Allah)

Tidak terbayangkan ini akan terjadi pada saya.

Tidak terbayangkan bagaimana dan apa yang harus saya lakukan setelah menyadang status "Istri". Dulu saya sangat memimpikan status itu. Dulu sekali saat masih SMA hingga kuliah. Entah kenapa menikah muda menjadi salah satu cita-cita saya.

Lalu kemudian bulan Mei 2013 seorang pria bodoh datang ke rumah saya di Manado, bertemu dengan ayah saya, tentu saja setelah hampir dua jam saya tenangkan karena katanya nafasnya nyaris berhenti hanya demi membayangkan berhadapan wajah dengan ayah saya.

Pri bodoh itu masuk, memberi salam, memperkenalkan diri, menceritakan tentang bagaimana ia ingin menikah di usia 25 tahun mencontoh Rasul. Pria bodoh itu kini telah dengan tegas meminta Ayah saya memutuskan tanggal pernikahan kami.

7 September 2013 Insya Allah. Itu 21 hari lagi dari sekarang.....

Pria Bodoh itu kecewa "Kenapa tidak lebih cepat?" Katanya saat itu.

Lalu cobaan demi cobaan mulai datang silih berganti. Kata sahabat saya berniat baik memang banyak rintangannya.

Orang tua saya berbahagia, teman-teman bersorak demi mengetahui pernikahan saya sebentar lagi.

Namun yang terjadi pada saya adalah sebaliknya. Cobaan yang silih berganti itu memudarkan kebahagiaan yang harusnya saya rasakan.

Pekerjaan di Bank yang menyita waktupun membuat saya menomor duakan masalah pernikahan.

Tuhan, tanamkan azzam dalam hatiku untuk meniti perintahmu.

Pria bodoh itu bukan pria terbaik yang saya kenal dalam hidup saya, bukan pria terpintar, bukan pria terkaya. Ia hanya seorang pria bodoh. Yang begitu bodoh mau datang ke rumah menemui ayah saya, yang begitu bodoh mau tetap bertahan dan memperjuangkan rencana pernikahan ini di tengah segala cobaan yang menimpa kami, yang begitu bodoh mau saja mendengar segal sungut dan keluhan saya tanpa sedikitpun berniat mundur.

Dia hanya seorang pria bodoh yang berkata "Maukah naik ke atas kapal saya yang bahkan telah karam sebelum sempat berlayar?"



Tuhan........
Bantu saya memantapkan apa yang baik menurut kehendak-Mu.

Terakhirku Part 2

Tulisan ini dimuat di majalah An-Nida Online tanggal 14 Agustus di rubrik Cerpen Interaktif. (senangnya bisa menaklukkan Annida walau hanya dengan cerpen interaktif. Ini mengingat cerpen saya sebelumnya gagal menembus brikade Annida.Hahahah.hohoho)

Yang saya posting ini adalah  versi asli sebelum di edit sama An-nida.

Enjoyyy:)
                                                                                 ***

                                            
picture was taken from An-Nida Online


Kepalaku masih tengadah mencari jejak bintang di langit malam  ketika dua berkas sinar menyorot dari balik punggungku. Aku menoleh dan menyipitkan mata karena silau. Tiga detik kemudian berkas sinar itu padam, menyisakan sebuah sedan abu-abu pucat dan seorang pemuda yang keluar seraya membanting pintu mobil.


“Apa yang kau lakukan disini?”  Tanyanya sambil berjalan menghampiriku.


“Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini?”


“Merenung” jawabnya singkat dan datar.


Sial. Tidak tahukah anak muda ini dia baru saja menggagalkan rencana yang sudah kupersiapkan matang-matang sejak tiga hari lalu? Batinku menggeram.


“Kau bisa memilih tebing lain untuk merenung. Kenapa harus disini? Aku minta kau tinggalkan aku sendirian!” Gertakku.


Anak muda itu rupanya tidak takut dengan gertakanku. Pun tidak takut dengan badanku yang hampir dua kali lebih besar dari badannya yang kurus dan ceking itu. Ia berjalan ke tepi tebing dan berdiri di sampingku. Matanya malah menyisir badanku yang besar berotot namun kemudian terhenti di sepanjang lengan kiriku yang ber-tato. Kini kuharap dia tahu dia sedang berhadapan dengan siapa.


“Setahun yang lalu aku sering kemari bersama Vega, mantan pacarku “ Bukannya takut dan pergi pemuda itu justru mulai berkisah. “Bintang-bintang terlihat lebih terang dari atas sini”


“Aku tidak peduli kau sering kesini atau tidak! Aku tidak peduli kau kemari dengan siapa!” Aku mulai kesal dan membentak-bentak. Aku merasa anak muda ini mengolokku. “Kalau kau tidak juga pergi sekarang, aku akan..”


“Membunuhku?” Ia menyela. “Lakukan saja. Toh sebentar lagi aku juga akan mati. Kalau tidak karena kau bunuh ya karena penyakit sialan ini”


Aku urung menggertak lagi demi mendengar kata-kata yang baru saja diucapkannya. Alih-alih mengumpat aku malah bertanya “Kau sakit?”


“Aku sedang dalam pelarian. Mungkin sebentar lagi orang-orang dari rumah sakit sadar aku tidak ada di ruangan dan mulai mencariku. Aku hanya ingin ke tempat ini untuk yang terkahir kalinya sebelum mereka menemukanku dan membawaku kembali”


Aku memperhatikan pemuda itu dengan lebih seksama. Usianya mungkin terpaut sepuluh tahun di bawahku tapi rongga matanya yang cekung dan rambutnya yang menipis membuatnya seolah-olah tampak seperti kakek-kakek enam puluh tahun.


“Oh, ini karena kemoterapi”Ia mengibaskan rambut sekenanya dengan jemari tangannya yang kurus-kurus seolah bisa membaca pikiranku. “Kanker otak”


Aku terdiam. Pemuda itu terdiam. Malam yang tadinya pekat perlahan mulai terang seiring dengan hembusan angin yang menyibakkan kumpulan awan yang sedari tadi menghalangi berkas-berkas cahaya bintang.


“Aku juga pernah berada dalam pelarian. Beberapa kali mencoba kabur dari penjara” Suaraku memecah kesunyian.


Pemuda itu malah tertawa, bukannya bergidik ngeri karena sedang berdiri di samping mantan narapidana sepertiku. “Orang sepertimu, aku tidak heran kau pernah di penjara”


Saat itu juga aku sudah akan mendaratkan bogem mentah kalau saja tidak mengingat pemuda ini sedang sekarat karena kanker otak. Kanker yang juga merenggut Bintang dariku.


“Vega selalu bilang tiap kali kami kemari, bahwa bintang-bintang membentuk gugusan yang bisa menuntun nelayan pulang kembali ke daratan saat mereka tersesat di laut”


“Apa yang terjadi pada mantan pacarmu itu? kalian putus dan kau ingin mengenangnya disini?” Tanyaku kesal membayangkan misiku malam ini mungkin saja akan berakhir dengan berdiri sampai pagi mendengarkan kisah cinta pemuda ini.


“Vega?” Ia berbalik menatapku. “Kami baik-baik saja. Aku meminangnya setahun lalu dan dua bulan lagi dia akan melahirkan anak pertama kami”


“Dia istri dan calon ibu yang sempurna untuk anak kami kelak” Pemuda itu kembali bertutur. Kali ini dengan suara yang agak parau. Jelas sekali ia berusaha keras menjaga agar emosinya tidak meluap. 

“Aku yakin dia akan baik-baik saja tanpaku.”


“Setiap hari aku hidup dengan harapan masih ada satu hari lagi yang Tuhan sediakan untukku. Satu hari lagi Tuhan. Lalu aku mulai mengharapkan Tuhan memberiku satu minggu, satu bulan, atau setidaknya sampai bayiku lahir. Lalu vonis itu datang. mereka bilang waktuku tidak lebih dari satu bulan lagi. 

Siapa mereka berhak memvonis umurku?”


Mata pemuda itu mencengkram mataku. Genangan air yang menggantung di pelupuknya tidak mengahalangi ketajaman sinar matanya menembus sukmaku. Mencabik-cabik batinku. Menyoyak-nyoyak jiwaku yang mati terkubur tiga hari lalu bersama jasad Bintang. Aku tidak percaya sorot setajam pisau bisa keluar dari mata sayu dan cekung itu. Seolah ia sedang menghakimiku atas perbuatan yang akan aku lakukan.


Siapa kau berhak memvonis umurmu?


Aku megalihkan pandangan segara dari sorotan tajam mata pemuda itu sebelum ia menghakimiku habis-habisan. Ia melanjutkan kembali kisahnya tentang bagaimana ia pertama kali bertemu Vega, tentang bagaimana Vega tetap setia mendampingi di tengah penyakitnya yang mengganas, tentang kesempatan-kesempatan yang seolah tidak Tuhan berikan kepadanya.


Sementara itu aku memilih mengedarkan pandangan ke sekelilingku dibanding harus menatap kembali mata pemuda itu. Tempat ini, tebing ini. Bukan pemuda itu saja yang punya banyak kenangan di sini. (Bersambung)
           

                                                                               ***
           
Kenapa ini Part 2 dan dimana part 1 nya lalu bagaimana part 3 nya? semua bisa saudara-saudara sekalian baca di annida-online.com