Pada sebuah artikel disebutkan bahwa terdapat pergeseran gaya hidup dan profesi masyarakat muda di tahun 2000-an jika dibandingkan dengan tahun 1900-an. Masyarakat muda yang dimaksud adalah warga yang berada di angkatan kerja atau yang sedang dalam masa produktif. Itu kira-kira usia 20 tahun hingga akhir 40 tahun.
Dulu, katakanlah, orang tua kita, semasa muda jika ditanya apa cita-citanya maka akan menyebut guru, polisi, PNS. Sekarang, generasi milenial kalau ditanya apa cita-cita mereka mungkin akan menyebutkan profesi yang dulunya belum ada. Content creator, food blogger beauty vlogger, desain grafis, wedding organizer, dlsb. Untuk itu, kadang-kadang para generasi milenial ini kerap berbenturan dengan orang tua mereka karena perbedaan mindset. Orang tua mereka menganggap bekerja di bidang-bidang kreatif itu tidak bisa menghasilkan pendapatan yang secure untuk menghidupi diri, terlebih jika sudah ingin berumah tangga. Kalau bukan PNS gak kerja, kalau bukan karyawan gak kerja.
Selain masalah pekerjaan, pergeseran gaya hidup juga terlihat pada pencapaian-pencapaian individu. Pencapaian orang tua kita jaman dulu adalah bisa memiliki rumah yang nyaman, kendaraan yang bisa memboyong seluruh anggota keluarga, sedikit investasi di hari tua dengan beli tanah dan beberapa gram emas. Sementara, pencapaian generasi milenial itu sudah gak melulu soal materi. Berlomba-lomba menginjakkan kaki di sebanyak-banyaknya negara di benua Eropa, memiliki 1 juta subscriber, membuka cafe atau barber shop kekinian.
Memiliki rumah dan kendaraan bukan lagi tolak ukur seseorang sudah settle down. Bahkan ada yang cita-citanya tinggal di dalam mobil van dan keliling dunia selagi muda. Kalian bisa menemukan gambaran gaya hidup seperti ini di instagram dengan mengetik hashtag (#) living on wheels misalnya.
Model investasi generasi milenial pun berubah. Bit coin, reksadana, saham, apalagi? Melihat pilihan gaya hidup generasi milenial saat ini membuat kita dengan mudah menyimpulkan mereka didominasi oleh orang-orang kreatif, highly risk taker, tahu caranya menikmati hidup, berjiwa bebas, berprinsip dan gak mau ribet.
Karena saat ini saya sedang bekerja di salah satu BUMN, sedikit banyak saya mengetahui bahwa turn over pegawai di beberapa perusahaan BUMN sejenis sangat tinggi. Ini mendukung teori saya di atas, bahwa generasi milenial cenderung berjiwa bebas dan tidak ingin dikekang. Beberapa di antara mereka bekerja di sektor-sektor pekerjaan yang umum hanya untuk mengumpulkan modal untuk kemudian memulai bisnis sesuai passion mereka. Yang lainnya bekerja hanya untuk membiayai hobi, misalkan untuk travelling, untuk membeli kamera yang sophisticated, untuk membeli koleksi gundam?
Sejalan dengan ciri lain generasi milenial yang gak mau ribet, saya juga menemukan suatu tren baru yang sedang digandrungi yaitu tinggal di dalam sebuah rumah mini (tiny house). Kalian juga dapat menemukannya dengan mudah di instagram dengan mengetik hashtag (#) tiny house. Rumah ini terbuat dari material kayu dengan ukuran yang tidak lebih besar dari container. Karena ukurannya yang mini maka furniture di dalamnya juga dimodifikasi sehingga bisa muat di dalam tapi tetap nyaman digunakan oleh penghuninya. Furniture yang digunakan sebagian besar build in.
(klik pada gambar untuk mendapatkan tampilan yang lebih jelas)
Melihat model-model rumah tiny house saya jadi pengen punya 1. Tinggal di container sejujurnya bukanlah pengalaman yang baru bagi saya. Dulu, ketika masih kuliah, saya pernah magang di suatu perusahaan tambang asing, dimana kami mahasiswa maganya diberi tempat tinggal berupa container. 1 container dihuni oleh 2 orang. Jangan skeptis ketika mengetahui kami tinggal di container karena sesungguhnya di dalam container itu dilengkapi dengan spring bed, kulkas, jaringan wifi, shower dengan air panas dan dingin.
Di dalam rumah container. 1 container terdiri dari 2 kamar dan 1 kamar mandi. |
Rumah container berjejer di belakang kami |
Saya belum menemukan orang yang tinggal di rumah mini di Indonesia. Mungkin karena harga properti di Indonesia masih terjangkau kali ya. Sudah gitu pajak bumi bangunan juga gak seberapa. Mungkin tren tinggal di rumah mini di luar negeri itu juga salah 1 faktornya adalah tingginya harga sewa properti. Mau beli kok ya mahal. Belum lagi bayar pajaknya. Mending duitnya dipake buat travelling atau beli koleksi action figure (yeahh, typical millenial).
Apapun alasannya, saya pengen punya 1 rumah kayak begini, ya Allah.
Apapun alasannya, saya pengen punya 1 rumah kayak begini, ya Allah.
Hm... Mantap ya.
ReplyDeleteRumah mininya mantap.. ๐
DeleteAku pun pernah tinggal di rumah mini. Cuman terdiri dari satu ruang utama dan satu dapur. Eh, itu kontrakan, Deng ๐
ReplyDeleteLah.. Saya juga pernah kalau begitu waktu ngekos.. ๐๐
DeleteRumah mini dengan fasilitas lengkap... Uhmmm....
ReplyDeletePasti enak.
Iya, dan gak capek bersihinnya๐๐
Deleteaku juga jadi pingin nyoba
ReplyDeleteCusss
DeleteRumah model gini biasa dipakai buat Diklat ya mbak?
ReplyDeleteDiklat apa mbak? ๐
Delete