Sunday, December 30, 2018

Ibu : Perkataannya Adalah Sabda





"Masa' sudah mau  umur 5 tahun nggak bisa baca waktu? Ayo coba lagi!" Suara ibu menggelegar di sore hari yang agak mendung dan dingin di Aileu, sebuah kota kecil di Provisnsi Timor-Timur (selanjutnya provinsi ini akan menjadi sebuah negara).

Aileu begitu dingin hingga bisa meluruhkan butiran-butiran es batu saat musim penghujan.  Butiran es batu itu berisik sekali jika berjatuhan di atas atap rumah kontrakan kami yang berlapis seng. Namun,  sore dingin itu mendadak terasa gerah.

Ketika itu tangan Ibu yang lembut namun tegas bagai baja memutar kembali skrup jam dinding membuat jarumnya terbaca 16.20. Tapi saat itu aku masih terlalu kecil untuk membaca 16.20 tersebut,  sehingga membuatku berpikir keras dan menjadikan Ibu kian tak sabar.

Tapi, memang umumnya usia  berapa anak-anak mulai bisa membaca waktu?

Usia 1 tahun

Di lain hari Ibu membelikan sebuah poster berisi nama-nama presiden seluruh dunia. Dengan otak anak umur 5 tahun pun aku disuruhnya menghafal. Hah? Apa pula ini? Apakah penting aku tahu siapa yang memimpin negara apa di belahan dunia yang entah dimana?

Namun hal yang paling kubenci dari Ibu di usia 5 tahun itu adalah dia selalu sewot menyuruh sikat gigi tepat di saat mataku mulai berat dan tubuhku kaku enggan bergerak.

Usia 5 Tahun


"Sisa-sisa makanan kalo menempel di gigi nanti bisa sakit. Ayo cepat!" Ah, cerewet sekali dia.

"Tidak boleh minum es terlalu banyak!"

"Tidak boleh jajan sembarangan!"

"Menyebrang lihat kanan-kiri!"


"Nggak usah kuliah kedokteran!" serunya tegas tak terbantah.

"Tapi kenapa?" Aku di kelas 2 SMP beradu mulut dengannya di suatu siang di pesisir kota Manado yang panas. Bukankah seharusnya aku bisa menjadi apapun, bahkan membentuk sebuah grup musik seperti Jasmine Elektrik kalau aku mau?

Ibu hanya diam menandakan pernyataannya barusan adalah bak hukum adat, petuah leluhur yang tak boleh dipertanyakan musababnya.

Aku benci dengan kalimat-kalimat Ibu yang bernada seru, karena pasti minim penjelasan. Kalau dia berbaik hati menjelaskan, pasti sangat panjang, membuatmu menyesal telah memaksanya menjelaskan.

Namun itu bertahun-tahun lalu dengan otak anak-anak dan remajaku yang entah kenapa Ibu sangat tahu bahwa aku belum bisa menerima semua penjelasannya.

Bertahun-tahun setelahnya, aku jadi tahu membaca waktu itu penting, menghafal itu baik untuk melatih otak, menggosok gigi itu wajib dan karenanya aku menyesal telah membantah sebab gigiku banyak yang rusak belakangan, bahkan saat usiaku 28 tahun kini.

Minum es itu tidak boleh banyak-banyak karena sekarang aku punya amandel yang sangat besar dan belum cukup berani untuk dioperasi. Tidak boleh jajan sembarangan sebab banyak zat pengawet dan pewarna yang kini adalah salah satu pemicu kanker.

Perintah untuk melihat kanan - kiri sebelum menyebrang yang jarang kuindahkan membuatku tertabrak motor 2 kali saat kelas 1 SD dan yang kedua itu membuatku trauma, tidak berani menyebrang sendiri sampai kelas 6 SD.

"Ya nggak usah jadi doker. Lha wong lihat buaya makan zebra di Discovery Channel aja kamu nangis dan bilang Tuhan jahat, malah mau jadi dokter ahli bedah yang potong-potong mayat. Itu daging ikan  aja nggak tega kamu potong,  to?" ujar ibu sambil lalu yang kubalas dengan cengiran di usia sekitar 18 tahun saat sedang berkuliah di Fakultas Teknik di salah satu universitas negri di Makassar.

Ibu, kini perkataanmu adalah sabda tak terbantah. Perkataanmu adalah tangan Tuhan yang bekerja atas takdirku. Bagaimana kau bisa begitu tahu tentang diriku yang sekarang bahkan jauh sebelum aku menjadi seperti yang sekarang?

Apakah itu karena kita berdua begitu dekat dan aku bahkan pernah berada di dalam tubuhmu, memakan dari saripati darahmu, meminum air susumu, lalu kini menjadi yang kau prioritaskan dalam hidupmu? Atas semua itu, maka memang wajar kalau kata-katamu adalah sabda dan marahmu adalah bala.  Sungguh, seperti penggalan lirik lagu Jasmine Elektrik,  kasih sayang Ibu tak terbantahkan waktu. 

"Malas masak nih. Kita makan di luar aja ya. Mau makan dimana?" tanya Ibu suatu kali dan segera kujawab,  "Bakmi Singapur." sebelum ia mendahului dengan menyebut 'bakso di pasar' untuk pengganti makan malam. Ayah pun segera mengeluarkan mobil dari garasi. Jangan sampai wanita lembut bertangan Tuhan itu berubah pikiran, karena dunia pun bisa berubah kalau ia menginginkannya berubah untukmu.

(Seharusnya menulis ini di tanggal 22 Desember. Selamat Hari Ibu)





#JasmineElektrikCeritaIBU

16 comments:

  1. Replies
    1. Iya Mas Suden. Banget banget. Kata2nya itu loh. Sering terjadi.. 😀

      Delete
  2. Mom ia the best lah. Kereeennn euyyyy.. mama itu wajib cerewet klo soal anak. Salut 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju Fem. Kau keibuan sekali memang, saking cerewetnya😂😂

      Delete
  3. Dan kelak kita pun akan berada tepat pada posisi ibu kala itu...
    (Kita= anak perempuan)
    (Untuk saya, kelak= saat ini)
    😁

    ReplyDelete
  4. Ibu adalah seorang yang amazing. Tak heran jika Allah anugrahkan surga di telapak kakinya. Proud of being a woman.

    ReplyDelete
  5. Jadi ingat mamaku kalau belajab nulis dulu, aku bisa disiramnya air segelas kalau gak bisa2.

    ReplyDelete
  6. Empat jempol buat Ibu, pokoknya. Nggak mudah untuk menunjukkan tough love kepada siapa pun.

    ReplyDelete