Thursday, January 5, 2017

Proud To Be Working Mom


Di tahun 2017 ini, eh saya bukan tipikal planner yang sedikit-sedikit harus merencanakan sesuatu. Saya lebih ke 'go with the flow'.

Jadi, di awal tahun 2017 ini saya tidak hendak membuat resolusi apa-apa karena bagi saya tidak ada bedanya antara mentari pagi di tahun 2016 atau tahun 2017 atau tahun 2009. Tidak ada beda purnama di tahun 2017, di tahun 2005, di tahun 2007 atau 14 purnama sekalipun, kecuali perihal Rangga yang datang lagi dalam kehidupan Cinta. (Sorry ngelantur 😁).



pic was taken from here

Di hari yang cerah dan mengawali tahun ini saya hanya ingin lebih banyak bersyukur dan lebih produktif. Rasa syukur saya berawal dari sebuah chit-chat by WA dengan teman, sahabat, partner in crime, whatever you may call, Kunca.

Baca pikiran-pikiran dia di : Crafter Gila 


Diawali dengan saya me-WA dia link blog saya, postingan pertama di tahun 2017.


Kunca : Apaan tuh? Resolusi 2017?

Sabrina : bukan, ini cerita mini aja sih.


Lalu Kunca membaca tulisan saya tersebut.

Lalu dia kembali WA

Kunca : Ada blog bagus soal anak yang berkebutuhan khusus. 

Baca blog bagsunya : Diari Mami Ubii


Ya, saya memang membuat cerita mini yang sedikit menyinggung tentang anak dengan kebutuhan khusus (special needs).


Baca cerita mini saya : Ini Pergantian Tahun, Ellena


Nah, cerita itu terinspirasi dari pengalaman nyata temannya teman saya.

Oke, kembali ke laptop. Jadinya saya mengubek-ubek blog yabg direkomendasikan itu dan ternyata saya tidak asing dengan penulis blognya. Dia adalah salah satu founder Rumah Ramah Rubella, tapi saya baru tahu kalau dia juga menulis blog.

Jadi, si mbak Gesi, pemilik blog itu adalah mother of two children di mana anak pertamanya adalah anak dengan spesial needs. Selengkapnya bisa baca sendiri ya. Intinya setelah saya membaca banyak artikel dari blog itu seharian penuh saya jadi addicted dan saya pasti follow dan saya berpikir seharusnya saya lebih bisa bersyukur daripada saat ini atas apa yang telah saya miliki.

Anak saya normal, aktif, lincah. Mama saya sangat membantu menjaga baby Ahmad ketika saya sedang di kantor. Saya bekerja di lingkungan yang sangat menyenangkan dengan teman-teman yang bisa diajak menggila meskipun beban target selalu di luar batas kewarasan.


Teman-teman kantor yang kerjanya 'cuma' Foto-Foto :p

Dan makan-makan :D


Setali tiga uang (eh, benar begini perumpamaannya?) Setelah mengubek-ubek blognya mbak Gesi, saya jadinya menemukan salah satu blog yang ditulis oleh seorang working mom yang recomanded banget untuk difollow.


Baca Blog Mbak Windi : Windi Land

Saya merasa sefrekuensi dengan mbak Wendi ini. Working Mom, pegawai bank, suka menulis. Ah, love at the first written pokoknya #eh.

Especially untuk artikel ini : Dear Rekan Kerja Maafkan Kami Para Working Mom


Nah, jadi kawan-kawan saya yang budiman. Di tahun 2016 saya menyadari saya terlalu banyak mengeluh. Selalu membanding-bandingkan keadaan saya dengan keadaan wanita lain.

Kenapa dia bisa menjalani profesi sebagai stay at home mom dan saya harus bekerja? Kenapa dia bisa bekerja di bidang yang dia sukai sementara saya tidak. Fyi, akuntansi bukan bidang yang saya sukai loh! Kenapa ibu-ibu lain bisa tidur 8 jam sehari saya tidak?

Pokoknya saya merasa HAK ASASI saya dirampas ketika sebagai manusia biasa saya tidak bisa tidur minimal 8 jam sehari. Saya memang hobi tidur sih. Heheh. Bagaimana bisa saya tidur 8 jam sehari kalau saya baru balik kantor minimal jam 7 malam, boboin ahmad, nonton india, tidur jam 11 bangun jam 5 pagi. Huffffttttt! Saya tidur maksimal 6 jam saja.

Tapi kemudian saya membaca blog mbak Gesi dan seketika saya merasa menjadi remahan rempeyek jika dibandingkan dengan emak satu itu. Saya mengeluh saya tidak bisa tidur dengan cukup sementara ada ibu lain yang berjuang dengan segala tekad daya dan upaya demi anak mereka yang special needs. Tidak pernah mengeluh. Ikhlas lahir batin. Mungkin mereka jarang tidur, mungkin beban pikiran mereka lebih berat, bisa jadi mereka mengikatkan ikat pinggang dan mata sekalian lebih kencang demi bisa membiaya obat dan terapi dibandingkan untuk shopping, travelling, jajan dsb..dsb...

Salah satu sosok wanita hebat yang juga diam-diam saya kagumi adalah pemimpin saya sendiri. Saya sebut dengan hormat, Ibu Tetty. So proud of you, bu. 😁

Jadi ceritanya, ibu pimpinan saya ini sedang menemani saya probing ke salah satu calon debitur dan entah kenapa tiba-tiba obrolan kami ketika itu (bersama dengan calon debitur yang kebetulan juga emak-emak  dengan 4 anak) menjurus ke membanding-bandingkan emak-emak generasi mereka, dengan emak-emak generasi saya.

Lalu bu bos bilang kurang lebih seperti ini:

Kalau sudah memilih menjadi working mom harus fighting. Saya juga dulu pernah merasakan merawat anak dari bayi. Punya anak yang sedikit berbeda sehingga butuh terapi, dan ketika itu sayapun tengah menghadapi masalah rumah tangga lainnya. Tapi toh saya bisa melalui. Jadi kalau keluhannya cuma bingung antara pekerjaan dan anak ya itu konsekuensi sebagai working mom.

Dan karena pada dasarnya ibu bos saya ini kalau ngomong memang sangat blak-blakan, saya jadi merasa tertohok sekaligus ber 'o' panjang dalam hati. Ternyata bu bos saya ini juga adalah seorang working mom dengan segala drama, dilema yang saya hadapi plus situasi-situasi lain yang saya tidak hadapi, tapi dia bisa lalui kenapa saya tidak?

Jadi ya, saya memutuskan untuk bangga menjadi working mom, selain karena cicilan KPR saya belum lunas (hehheh) saya senang bisa berkarya di tempat kerja. Bukan berarti saya menyepelekan Ibu Rumah Tangga. Jangan meremehkan ibu rumah tangga berdaster, karena kalau mereka sudah dandan, eh maksud saya sudah pegang gadget, apapun bisa jadi duit. Kayak teman SD saya yang cuma modal gadget sekarang dia kaya raya. Punya toko pula. Uwoow. Pengertian ibu bekerja dalam hal ini bukan berarti harus bekerja di kantor loh ya. Doing our own business juga itu sudah bisa disebut working mom.

Jadi intinya syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah.

😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁

0 comments:

Post a Comment