#Eventjodoh
#KBM
Kalau kalian ke rumahku di kampung, pada ruang tamu akan terlihat foto berbingkai kayu berukuran cukup besar sehingga eksperesi Mamak terlihat jelas di sana.
Itu foto pernikahan Mamak dan Bapak. Di atas pelaminan, di apit kakek nenekku. Pemandangan yang kontras adalah wajah sepasang pengantin. Mamak merengut hingga bibirnya mengerucut. Bapak di sampingnya tertawa dengan sumringah. Foto tersebut menyimpan begitu banyak nostalgia. Termasuk olok-olok dari paman dan tante menyoal wajah Mamak yang terlipat tujuh.
"Katanya tak sudi, belum satu tahun menikah sudah hamil." Paman, kakak Mamak, yang paling sering memulai topik ini jika di hari Lebaran keluarga besar terkumpul.
Lalu seisi rumah tertawa. Yang paling keras adalah tawa bapak. Suatu ketika aku pernah bertanya tentang ekspresi bapak di dalam foto itu.
"Bapak tidak bisa menahan tawa lihat eksperesi wajah Mamak kamu waktu itu, Ana."
Pernikahan Mamak dan Bapak adalah pernikahan yang diatur oleh keluarga besar. Usia Mamak masih sangat muda. 18 tahun. Usia Bapak 25.
Pernikahan yang diatur biasanya menimbulkan luka dan tidak menyisakan ruang bagi calon pasangan pengantin untuk bersuara.
"Mamakmu itu benci sekali sama Bapak. Iyalah, wong baru dikenalin minggu depannya langsung disuruh kawin," Bapak melanjutkan.
"Kalau Bapak sendiri?" Tanyaku. "Bagaimana perasaan Bapak ke Mamak?"
"Bapak sudah tergila-gila pada Mamakmu sejak pertama kali bertatap muka."
Begitulah Bapak. Lelaki humoris dimana tawa lebar tak pernah lepas dari wajahnya. Ketika aku kuliah di sebuah universitas di ibu kota, bapak yang paling sering mendatangi kosku. Ia begitu cepat akrab dengan teman-teman se-kos, sehingga kalau aku baru kembali dari kampung yang pertama kali ditanyakan oleh teman-teman selalu perihal bapak.
"Kapan bapakmu datang lagi, Ana?"
"Bapakmu lucu banget. Orangnya gaul."
Hari ini tiga tahun sejak meninggalnya Bapak. Hari ini 27 tahun sudah foto pernikahan Mamak digantung di ruang tamu. Hari ini, 7 hari lagi aku menikah. Pernikahan yang kujamin tidak akan dihadiri oleh keluarga besar Bapak dan Mamak sebab aku menikahi lelaki yang bukan pilihan mereka. Sebab aku menunda untuk menikah dengan alasan menyelesaikan S2.
"Ana..." Mamak menepuk pundakku.
Sejak dimusuhi keluarga besar Mamaklah satu-satunya orang yang berpihak padaku. Merestuiku.
"Mak, Ana rindu Bapak," gumamku pelan.
"Kau pikir Mamak tidak?"
"Apakah keputusan Ana menikah ini salah? "
"Tidak, sayang. Mamak tidak pernah setuju tentang tradisi keluarga kita yang mengatur pernikahan. Pernikahan itu hak masing-masing individu. Mamak tidak akan membuat kamu merasakan apa yang Mamak rasakan dulu."
Aku terdiam mengusut air mata.
"Tapi Mamak selalu berdoa, agar lelakimu itu, minimal sebaik Bapak."
Aku kini terisak.
Begitulah bapak yang meninggalkan Mamak dengan banyak kenangan ke haribaan pencipta. Di pemkamannya, Mamak yang paling hebat bersedih.
Orang-orang bilang, pernikahan itu media bertumbuhnya segala rasa dan asa. Demikianlah perasaan Mamak terhadap Bapak.
Semoga perasaanku terhadap lelaki yang nantinya akan mengimamiku pun demikian.
Manado,270716
#sabrina
(444 kata termasuk judul, tidak termasuk titimasa)
0 comments:
Post a Comment