Wednesday, April 6, 2016

Cinta Alangkah Rumit

Aku tidak pernah bisa mengartikan cintamu. Mungkin begitu rumit. Mungkin begitu tinggi. Mungkin begitu sulit untuk dicerna dengan otak kecil dan hati besar yang kupunya. Aku masih ingat ketika itu, hari dimana kau bilang sayang setelah 3 tahun kita tak punya arti.

Lima tahun yang lalu ketika aku ke kotamu, di rumah makan pinggir jalan kau asik saja menghabiskan sisa makananku tanpa ragu ketika aku sudah kekenyangan. Sahabatmu mengikut lenganku sembari berbisik, "Apa namanya kalau bukan cinta, seorang laki-laki menghabiskan sisa makanan dari piringmu." 

Aku tersenyum kecut sambil memandangimu melahap sisa ayamku. Aku tidak percaya kata-kata temanmu tentang cinta sebab kau hanya sekali saja mengutarakannya padaku. Aku lelah menunggu, namun aku pun enggan memburu.

Setelah kau bilang cinta, tidak ada pula yang berubah dari kita. Tetap tak ada arti. Apa artinya cinta bagimu? Aku tidak pernah mengerti. 
Kita membicarakan banyak hal. Dari perkara anak ayam hingga filsafat-filsafat yang menguras otak. Namun pembahasan cinta selalu kau hindari sebab itu menguras hati dan kau lelah. 

Puncaknya adalah suatu ketika saat kau bilang dengan nada marah, "Tidak cukup sajakah satu kali aku bilang sayang sama kamu? Kenapalah harus berulang-ulang kali?!"

Aku terkejut. Rasa marah, kecewa, sedih berkecamuk jadi satu. Aku wanita dan aku ingin mendengar ribuan lagi kata cinta darimu.

"Nanti saja, kalau sudah menikah," Tambahmu.

Kau pikir ini hanya perdebatan biasa, sama seperti hari-hari sebelumnya ketika aku meminta kau menjabarkan arti kita. Kau pikir ini seperti hari-hari sebelumnya ketika aku mengalah dan menganggap segalanya biasa saja.

Namun kau tidak pernah tahu ketika itu aku pun telah berjanji pada diriku untuk tidak lagi menanyai padamu tentang arti cinta maupun arti kita. 

Berbulan-bulan tidak ada lagi percakapan remeh temeh hingga akhirnya aku memutuskan mengirimimu pesan singkat tentang hari pernikahanku. 

Kau bilang selamat dan balas mengirimiku doa yang begitu panjang yang aku amini dan harapkan juga bagimu.

Berapa lama kemudian, saat kita kembali melempar pesan, dengan nada bercanda, saat aku bertanya kapan kau menikah kau bilang kau menyesal. Menyesal telah membiarkan wanita yang sangat kau cintai menikah duluan dengan lelaki yang bukan kamu. 

Aku tidak bertanya siapa wanita itu, pun aku tidak pernah sekalipun merasa bahwa wanita itu adalah aku. Karena kau hanya pernah sekali bilang cinta. Dan kita hanya pernah sekali bertemu. Di kotamu, ketika kau menghabiskan sisa makananku.

2 comments:

  1. Cerita ini...sepertinya tidak asing buat saya hahaha
    Eh Nin, judulnya sama dengan cerpennya Oddang yang pernah kita bahas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahhahaha..terinspirasi oleh kisah nyata dengan hiperbola di sana sini.

      Awalnya judulnya "cinta begitu rumit" lalu saya ganti seperti di atas, lalu saya ingat ada judul cerpennya Oddang yg sama seperti ini tapi ya sudahlah..hihi

      Delete