Friday, February 3, 2017

Curhatan Mak Rempong : Anger Management



Belakangan ini saya lebih sering menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras.

Kelakuan Ahmad yang 2 bulan lagi berusia 2 tahun semakin menjadi-jadi. Kalau lagi ON ibu dan omanya ini harus keluarkan ekstra tenaga dan perbanyak stok sabar. Ada-ada saja kelakuannya yang bikin darah putih naik ke kapala.

Namanya juga anak-anak. Ya memang seperti itu. Iya sih. Saya maklum. Tapi kadang-kadang saya tidak bisa mengendalikan amarah. Contohnya adalah kejadian di suatu Senin yang hectic di mana saya sedang ribet untuk persiapan ke kantor, suami lagi di luar kota, Mama lagi sibuk meladeni pembeli di warungnya (jadi Mamaku ini punya warung kecil di depan rumah yang di jam-jam menjelang anak sekolah masuk pasti diserbu pembeli), orang yang ngasuh Ahmad belum datang (pengasuh Ahmad ini punya drama tidak kalah seru juga yang sukses bikin darah tinggi kumat). Jadilah Ahmad dibiarkan mondar-mandir di kamar. Bongkar buku-buku saya, ambil lotion dan dipencet sehingga isinya tumpah, ambil lipstik, ambil parfum dan tidak bisa dilarang. Disitulah puncak kekesalan saya. Saya menggendongnya dan mengeluarkannya dari kamar dengan agak kasar. Membanting pintu hingga menutup tepat di hadapannya. Kemudian kembali ke kamar dan membanting jam dinding yang tadi dimainkan Ahmad hingga kacanya berhamburan di lantai kamar.

Kadang-kadang saya berada pada fase di mana saya inging membanting sesuatu. Saya pernah baca, di Jepang ada tempat terapi emosi di mana kamu disediakan ruangan berisi barang pecah belah dan kamu bisa membanting barang-barang di sana sepuasmu. Tentu saja dengan membayar. Rasa-rasanya meskipun bayar mahal saya ingin coba tempat itu. 

Huffft...

Ini saya bukan mengeluh ya. Tapi daritadi mengeluh terus. Oke, ini memang keluhan saya. Kadang-kadang saya berpikir apa yang salah dalam diri saya. Setelah melakukan semua itu saya seringnya merasa bersalah sama Ahmad. πŸ˜₯

Maafkan ibu ya, Nak.

Mungkin saya perlu memanage emosi saya yang meluap-luap ini.

Tadi pagi, karena cuti, dan pengasuh Ahmad yang tidak tahu diri minta cuti juga, saya yang menyuapi Ahmad makan pagi. Seperti biasa bocah itu berlari kesana kemari. Manjat-manjat motornya Opa. Kalau berhasil disuap kadang-kadang makanannya dilepeh. Emosi saya memuncak. Saya sedang flu, my periode has just came, di mana di hari pertama kedua pasti nyeri. Dan si bocah itu banyak tingkah. Jadilah, tangan saya ini mencubit pinggangnya. (Semoga tidak ada komnas perlindungan anak yang membaca blog saya😁😁). Sekali lagi, saya merasa bersalah. But i just cant handle my self. 

Oh, ya. Beban target di kantor saya semakin gila. I've already discuss about resign with the hubby and he agreed. Mamaku tidak setuju, tapi please Mom, Mama tidak tahu apa yang dialami anak perempuan semata wayangmu ini. 

Kalau tidak capai target, tentu saja akan dimarahi, dan usulan Mama untuk cuek saja ketika dimarahi bukanlah usulan yang tepat. Saya bukan tipikal orang yang bisa cuek saja ketika saya dimarahi karena dianggap tidak kompeten melakukan suatu pekerjaan. I better leave it. Barangkali tekanan yang tanpa sadar mengganggu kestabilan jiwa saya itulah penyebab saya tidak bisa mengendalikan emosi saya di rumah. Yah, tolong dicatat bahwa emosi saya lebih cepat terpancing kalau di rumah dibanding di kantor.

Saya jadi merasa bersalah dan percayalah bahwa tekanan batin yang bercampur rasa bersalah adalah kombinasi perasaan yang sama sekali tidak ingin kamu rasakan. Saya menghabiskan seluruh energy positif saya di kantor selama nyaris 12 jam, dan ketika pulang saya hanya membawa sekeranjang emosi dan kemarahan yang butuh disalurkan.

Huffft...

Rasanya baru bulan lalu saya menjadi pribadi yabg positif menjalani kehidupan saya. Tapi bulan ini seolah semuanya kembali ke titik nol. Mungkin gara-gara saya lagi datang bulan jadi tulisan ini terasa begitu tinggi tensinya.

Oh, ya saya lagi cuti tapi sama sekali tidak produktif menulis. Mood saya terjun bebas dan mengurus Ahmad menguras energy saya.

Angkat topi buat full time Mom. You are the riil hero. 

Eh, saya pernah baca soal working mom yang menyatakan bahwa kantor adalah Me Time yang paling menyenangkan. Hmm, ada benarnya juga. Tapi kok kesannya jadi mengesampingkan anak dan keluarga ya? Saya tidak ingin seperti itu.

Saya akan coba memanage emosi saya dan mengulang-ulang dalam hati  dan pikira bahwa Ahmad adalah anak yang saya sangat harapkan kehadirannya selama penantian panjang nyaris setahun perkawinan. Allah memberikan anak laki-laki seperti keinginan saya, anak yang cerdas, lucu, aktif. Seharusnya saya leih sering mengulang-ulang hal itu dibandingkan mengeluhkan tingkah polahnya. 

Ahmad sehat dan di waktu-waktu lain sangat lahap makan. Untuk itulah dia aktif berlarian kesana kemari. Rasa ingin tahunya tinggi sehingga ingin menyentuh hampir semua benda di rumah dan di warung Mama.

Maafkan Ibu, sekali lagi yang suka cubit Ahmad. Percayalah, rasa sayang dan cinta ini jauh lebih besar daripada segala capek yang datang.

Oke, sebelum tulisan ini semakin menyimpang dari judul, saya sudahi saja. 

See ya.....

5 comments:

  1. Sabar mbak sabrina... Peluk mbak sabrina

    ReplyDelete
  2. Si Ahmad jangan dicubit lagi Mbak Sabrina... kasihan, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak...kasihan....

      Sedih kalau habis cubit atau marah2πŸ˜„πŸ˜„

      Delete
  3. Ahmad...ibumu nakal banget ya #adukanibukekakseto
    Daripada cubit pinggang Ahmad, kenapa nggak cubit pinggang sendiri aja? kan lebih empuk :p :p

    ReplyDelete