(Saduran Note FB Desember, 2010)
Beranjak kelas 6 SD, saya mulai merasa ada yang tidak beres dengan
otak saya. Dia bekerja terlalu aktif, Membuat saya kerap memilki ide-ide
yang begitu liar. Saya adalah pengkhayal paling hebat . Bahkan saya
telah mengkhayalkan tentang diri saya yang memakai jas putih,,
melingkarkan stetoskop dengan anggun di leher sambil tersenyum pada
pasien saat saya baru di kelas 6 SD. Saat kelas 2 SMP, saya beradu mulut
dengan Ibu tentang cita-cita saya. Entah kenapa beliau saat itu kurang
setuju terhadap cita-cita mulia menjadi seorang dokter. Maka saya
menangis sejadi-jadinya dan tidak punya hasrat lagi ke sekolah. Kalau
ada yang menggugat cita-cita menjadi dokter itu, maka saya akan sangat
kecewa, sebab saya tidak memilki cita-cita lain selain dokter. Saya
kehabisan ide memikirkan cita-cita lainnya.
Kalau saya
sangat pandai berkhayal, maka saya memiliki teman sebangku yang begitu
pandai menyalurkannya. Kalian harus berkenalan dengan Gabriella untuk
tau betapa hebat Ia menjemput semua mimpi-mimpinya sejak SD!
Gabriella
teman sebangku saya saat bersekolah di SDN 12 Manado, dari dialah saya
belajar menulis. Mulai dari kisah buku harian pertamanya yang dia
pamerkan pada saya suatu hari di sekolah. Sepulang sekolah, saya nekat
ke pasar, yang arahnya berlawanan dengan arah rumah saya, membeli buku
harian serupa. Bersama-sama kami mengisi lembar-demi lembarnya.
Menuangkan ide-ide gila yang meluap, menuliskan keseharian kami yang
menjadi tidak biasa karena tertuang dalam lembaran-lembaran buku harian,
yang hingga saat usia saya 20, telah terkumpul tak kurang dari 10 buku
harian! Saya senang mendapat teman sebangku yang mengalami kelainan otak
seperti yang saya alami. Pemikiran anak SD kami terlalu liar, dan
Gabriella mengajarkan saya bagaimana menyalurkannya. Tulislah!
“saya mau nulis cerita” kata Gabriella yakin.
Dan
ia tak hanya sekedar bicara, Ia benar-benar melakukannya!! Mengandalkan
sebuah buku tulis biasa dan polpen tinta cair kesayangannya, ia mulai
menulis. Maka tak perlu dipertanyakan, saya adalah pembaca paling
setianya.
Bosan hanya menjadi pembaca, maka saya pun mulai belajar
menulis. Cerpen pertama saya berjudul “Tupai yang baik hati”. Penuh
coretan cakar ayam khas anak SD, dan tip-ex disana-sini. Pembaca pertama
saya adalah Ibu.
“bagus” gumam ibu membakar semangat saya untuk terus menulis.
Herannya,
meskipun sudah dibelikan computer, saya tetap menulis cerita di buku
tulis dengan polpen seperti yang dilakukan Gabriella. Dan saat saya
berusia 17, rak buku tak lagi sanggup menampung berlembar-lembar cerpen
maupun novel yang saya tuliskan semena-mena di atas buku tulis tanpa ada
niat sama sekali untuk menerbitkannya. Hahaha.
“saya mau nikah muda. Umur 20 tahun. Dengan pengusaha. Lalu jadi wanita carrier. Keren kan?” kata Gabriella lagi suatu kali.
Maka
nikah muda juga seketika menjadi cita-cita saya. Meski saya belum
memutuskan untuk menikah dengan laki-laki yang berprofesi sebagai apa.
Saya
dan Gabriella melanjutkan ke SMP yang sama. Namun karena beda kelas
kami jadi jarang bersama. Gabriella siswa berprestasi. Bahkan hingga
saat SMA kami tak lagi 1 sekolah, saya masih kerap mendengar
prestasinya. Sulit membayangkan ia masih menyimpan cita-cita nikah
mudanya itu. Mungkin hanya bualan pikiran SD nya saja. Padahal jujur,
itu tetap menjadi cita-cita saya.
Saat kuliah, Gabriella
memutuskan untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di
Sulawesi Utara, dan saya merantau ke Makassar. Menginjak tahun ke 3
kuliah, saat umurnya 21 tahun, saya mendengar ia telah menikah. Maski
tidak sempat mengahadiri pernikahannya karena alasan jarak, saya tetap
bersikeras meminta klarifikasinya via chatting.
“saya kan sudah bilang saya mau nikah muda” katanya sumringah di chatting saat itu.
Dan
suaminya memang benar adalah pengusaha kaya pemilik salah satu
perumahan di Manado. Gabriella sempat cuti kuliah saat hamil, namun Ia
telah siap lagi melanjutkan kuliahnya kini, sambil merintis cita-cita
lainnya di salah satu bisnis MLM terkemuka, yaitu menjadi wanita
carrier. Mungkin juga ia masih rajin menulis cerita hingga kini..
Entah! Gab.. salam cinta untukmu, semoga kita masih akan terus bermimpi
dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu.
Lalu, kalau Gabriella
adalah penyalur mimpi yang hebat! Maka kalian juga perlu berkenalan
dengan satu lagi sahabat sakit otak yang dapat mewujudkan khayalan kamu
seketika. Sahabat kental di SMA. My partner in crime. Pemilik nama yang
tidak ada samanya di dunia ini. Santustya Karunika. Lain kisah untukmu sobat.
0 comments:
Post a Comment