Tuesday, January 14, 2020

Saya Menulis Maka Saya Waras



Dilansir dari Tempo.co  2 Februari tahun 2013, Bapak Habibie mengalami depresi yang sangat berat sepeninggalan Ibu Ainun. Psikosomatis malignant adalah diagnosa yang diberikan oleh seorang Profesor doktor yang juga adalah dokter keluarga setelah mendapati suatu subuh,  Bapak Habibie berjalan keliling rumah sambil menangis seperti anak kecil yang mencari ibunya dengan hanya mengenakan pakaian tidur.

Gambar dari sini



Pak Habibie mengalami kondisi di mana dia larut dalam kesedihan sehingga hanya ada 4 solusi yang ditawarkan oleh dokter untuk menjaga kondisi Pak Habibie tidak semakin parah dan menjadi linglung.

Pertama, Pak Habibie dirawat di rumah sakit jiwa. Kedua, tetap di rumah tapi ada tim dokter dari Indonesia dan Jerman yang ikut merawat. Ketiga, curhat kepada orang-orang yang dekat dengan Habibie dan Ainun. Keempat, dengan menulis. Bisa kita terka bersama solusi apa yang Pak Habibie pilih. Solusi itu yang kemudian mengantarkannya menulis sebuah buku yang akhirnya diangkat ke layar lebar dan meraup 3,3 juta penonton hanya dalam waktu 3 minggu.

Resign tidak pernah menjadi perkara yang mudah bagi saya dan saya yakin bagi orang-orang lain yang sedang berada dalam kondisi seperti saya.  Selain kesiapan finansial ada yang jauh lebih penting,  yaitu kesiapan mental.  Beralih dari rutinitas yang dijalani bertahun-tahun ke rutinitas baru yang butuh adaptasi adalah hal yang berat. Belum lagi ketika harus dealing dengan omongan orang-orang yang memandang aneh keputusan kita.  Risiko hidup di Indonesia, kita yang jalani hidup orang lain yang ngomen.  Masalahnya adalah komentar-komentar orang lain tak sedikit yang menjadi toxic bagi diri sendiri. 


Baca :


Saya sadar saya adalah orang yang lumayan memikirkan penilaian orang lain terhadap keputusan saya.  Bahkan saya memikirkan berhari-hari bagaimana cara saya bisa ngomong ke atasan. Saya takut mereka kecewa terhadap keputusan saya.  Tidak logis memang. Ngapain kita memusingi pendapat orang lain tentang cara kita menjalani hidup. Wong orangtua kita saja gak khawatir kok.  Tapi itulah yang terjadi.

Untuk itu saya memutuskan membuat satu kategori dalam blog ini. 'Jurnal Resign'.  Saya akan menulis apa yang saya rasakan dan pikirkan selama menjalani proses resign ini dan saya harap bisa membuat orang lain yang membaca dan sedang berada dalam posisi saya mengetahui bahwa mereka memiliki teman seperjuangan.

Selain itu,  saya percaya menulis masih menjadi obat bagi segala jenis penyakit 'mental'  saya.  Menulis adalah media healing yang paling ampuh buat saya.  Untuk itu saya tetap menulis dan saya harap saya tetap bisa mempertahankan kewarasan saya. 😁

2 comments:

  1. Semangat, Mba Sab. Lalu kegiatannya apa saja nih setelah resign?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum tau Mbak Isna. Sekarang sih masih masuk kantor karena harus nunggu sampai SK berhenti keluar. Mungkin 2 minggu lagi😀

      Delete