Pra Resign
Jalan hijrah itu berat, kalau terasa ringan mungkin kita salah jalan.
Gambar dari google |
Baca :
Di tahun 2020 saya tidak membuat resolusi apapun. Saya hanya membatin ingin berdoa lebih spesifik tentang pekerjaan yang sedang saya jalani saat ini. Saya bekerja di sebuah bank plat merah di bagian pemasaran kredit menengah.
Saya masuk ke bank melalui jalur ODP sehingga langsung mendapatkan posisi manajerial. Saat itu karir awal saya sebagai asisten manajer di bagian marketing kredit kecil. Saya tahu perkara riba bahkan ketika masih dalam tahap tes.
Kegelisahan ini saya sampaikan ke kakak mentor saya zaman kuliah dulu dan jawabannya kurang lebih, berdoalah kepada Allah untuk meminta petunjuk. Niatkan pekerjaan ini nanti untuk mencari nafkah halal. Saat itu, sebagai mahasiswa baru yang ketakutan tidak mendapat pekerjaan, saya melanjutkan proses rekrutmen itu hingga akhirnya diterima.
Saya menjalani ikatan dinas dengan tahan ijazah selama 4 tahun dari 2012 hingga 2016. 4 tahun yang terasa menyiksa karena pekerjaannya di bawah tekanan. Baik tekanan atasan maupun tekanan target. Namun kisah tak menyenangkan selalu diikuti dengan hal-hal baik. Saya mendapatkan banyak teman, beberapa seperti saudara. Saya mendapat banyak pengalaman dari pengusaha-pengusaha yang berinteraksi dengan saya. Yang tak kalah mewah saya mendapatkan banyak ilmu. Hal-hal baik itu membuat saya mampu melalui hari-hari demi hari bekerja di bank. Namun demikian saya tetap menyimpan keinginan untuk resign. Resign saat ikatan dinas mewajibkan kita membayar sejumlah uang sebagai penality. Jadi saya menunggu hingga ikatan dinas berakhir.
Ketika masa ikatan dinas berakhir dan saya mendapatkan kembali ijazah saya, ada lebih banyak alasan yang akhirnya membuat saya bertahan dibanding resign. Restu orang tua juga menjadi tembok paling tinggi yang menghalangi niat saya itu. Orangtua tetap menginginkan saya bekerja meski tahun 2013 saya menikah dan tahun 2018 kondisi bisnis suami sudah settle dan rasa-rasanya kami bisa hidup dari pendapatan usaha itu saja.
Pertengahan tahun 2019 adalah tahun terberat dalam sejarah karir saya. Saya sangat tertekan hingga saya merasa mungkin saya kena depresi. Saya sebenarnya orang yang sanggup bekerja di bawah tekanan. Hal-hal baru dan menantang membuat saya bergairah. Namun, saya juga pernah mengalami baby blues syndrom pasca melahirkan anak pertama yang membuat saya yakin ada lubang kecil pada sistem pertahanan mental saya yang di waktu-waktu tertentu lubang itu berpotensi menganga dan bisa membuat saya sakit mental. Hal itu diamini ketika saya didiagnosa Burn Out Syndrom saat berkonsultasi dengan psikolog yang disediakan oleh kantor untuk mendampingi karyawan-karyawan yang merasa membutuhkan.
Apa itu burn out syndrom? Untuk menjelaskan sindrom ini saja saya merasa sangat draining. Sahabat-sahabat dalam cyrcle kecil saya yang selalu menjadi tong sampah sangat memahami kondisi saya ini. Saya telah menuliskan panjang lebar tentang burn out syndrom yang sebenarnya akan saya posting di blog ini, tapi malah berakhir dengan saya kirim ke majalah kantor. Pikir saya lebih bermanfaat kalau dimuat di majalah kantor karena saya yakin pasti banyak karyawan yang mengalami ini entah mereka sadari atau tidak. Selain itu dapat honor juga (Lol) Mungkin nanti kalau sudah tayang, saya akan posting di blog juga.
Kembali pada doa yang spesifik tadi. Kekuatan doa telah meluluh lantakkan pertahanan orangtua terutama ibu saya. Berbagai cara telah saya utarakan demi mendapat restunya untuk keluar dari bank. Mulai dari alasan tertekan, tidak cocok dengan atasan, riba. Semuanya mental. Dengan berdoa secara spesifik hanya dalam 2 hari, ibu saya yang nenyuruh saya resign.
Sampai sekarang ketika mengingat peristiwa ini saya selalu merasa terharu sekaligus merinding. Baru 2 hari saya berdoa secara spesifik, hari ke 3 di kala subuh, ibu saya masuk ke kamar dan bilang, "Nin, kamu resign saja. Mama lihat vidio siksa kubur orang pemakan riba di youtube. Mama takut ditanyai sama malaikat di alam kubur. Kenapa mama membiarkan anak mama bekerja di jalan yang Allah haramkan."
Ketika itu saya ingin nangis tapi saya tahan, soalnya saya gengsi kan ya kalau nangis depan ibu. 😁
Di awal tahun saya merasa Tuhan dekat dan sayang sekali sama saya. Selain itu saya kok ingin berterimakasih sama youtube. 😆😆
(to be continue di postingan selanjutnya)
Aaaaakkkk.... Aku pengen ikutan nangis bahagiaaa
ReplyDeleteSaya juga terharu😁
DeleteTerharu aku bacanyaa. Semoga Allah memudahkan jalan hijrahnya yaa, Mba Sab.
ReplyDeleteSemoga Allah juga memurahkan rezekinya untuk Mba Sab dan keluarga. Aamiin.
keren banget mbak sab. Semoga dimudahkan semua urusannya sama Allah ...
ReplyDeleteMasyaa Allah ...
ReplyDelete