Wednesday, May 10, 2017

Rumah Ini Dalam Pengawasan Bank : Dompet Analis Kredit Tidak Termasuk



Suatu akhir bulan, saya dan beberapa orang teman menemani Nona W untuk menagih ke salah satu debitur yang nyaris macet. Sebut saja Ibu Frozen. Kami ke sana membawa plakat bertuliskan "Rumah Ini Dalam Pengawasan Bank" yang rencananya akan ditempelkan di dinding rumah yang menjadi jaminan kredit.



Dalam perjalanan yang penuh keceriaan dan bungkusan snack tiba-tiba bapak driver kami nyeletuk, "Hati-hati, di kompleks situ banyak preman. Nanti ada yang keluar bawa parang kalau tidak terima rumahnya ditempel begituan."

"Masa' sih pak?" Saya mulai was-was.


"Wah, gawat. Kalau gitu nanti kita harus atur strategi." Seorang analis kredit yang ikut dalam rombongan penagihan, sebut saja nona J, mulai merencanakan misi pelarian pasca penempelan plakat. "Jadi Pak Driver, itu kan lorong depan rumahnya sempit, nah pas kami semua turun bapak langsung putar mobilnya menghadap ke jalan besar. Bapak di dalam saja stand by. Mesin mobil jangan dimatikan. Jadi begitu kita selesai pasang plakatnya, langsung cabut ke dalam mobil semua ya."

Semua personil  berani mati, terdiri dari lima orang analis kredit yang tidak dibekali ilmu kebal waktu pelatihan karyawan hanya bisa mengangguk tanda paham. 

Begitu tiba di TKP, Ibu Frozen tidak berada di tempat dan rumahnya ternyata sudah disewakan ke orang lain.

"Bu, ibu kan cuma sewa di sini. Kami ini dari bank. Kami mau tempel plakat ini soalnya Ibu Frozen sudah menunggak kredit." Nona W beraksi.

"Loh, jangan asal tempel dong, bu. Minta ijin sama yang punya rumah dulu!"

"Tidak ada ijin-ijin. Ibu Frozen sendiri tidak kooperatif. Bisanya cuma nyanyi let it go let it go doang setiap ditagih." Saya menambahkan.

"Jangan begitu, bu. Saya panggil ya Ibu Frozen ke sini. Dia ada di rumah orang tuanya. Dekat sini kok." Ibu yang sewa tetap bersikeras.

"Terserah kalau ibu mau panggil. Tapi kami tetap akan tempel ini."

Singkat cerita plakat itu pun berhasil ditempel ketika ibu yang menyewa rumah pergi memanggil Ibu Frozen.

"Eh, guys ayo buruan balik mobil." Instruksi nona J.

"Yakin nih, kita tidak nungguin Ibu Frozen dulu?" Tanya nona W.

"Tunggu Ibu Frozen datang bawa parang?! Cepat balik ke mobil semua!"

Saat kami bergegeas ke mobil dari kejauhan tampak seorang ibu-ibu berjalan ke arah kami membawa pisau.

"Eh, itu siapa?? Bukan Ibu Frozen kan?" 

"Bukan. Bukan. Ibu Frozen agak mudaan orangnya." Nona W Menjawab.

"Jangan-jangan preman yang disuruh sama Ibu Frozen lagi tuh." Keadaan mulai mencekam.

Kami semua bergegas masuk ke dalam mobil dan memerintahkan pak driver tancap gas ketika nona W berseru. "Eh, tunggu..tunggu bentar. Dompet saya mana ya?" Nona W mencari dompetnya ke seluruh penjuru mobil sambil panik. Nihil. "Kayaknya ketinggalan di rumahnya Ibu Frozen deh."

"Apa???!!!! Ya sudah ambil sana, tapi kami tidak temenin ya."

"Tapi jangan tinggalin saya ya, Mbak." Nona W memelas sambil turun lagi dari mobil dan berjalan kembali ke rumah Ibu Frozen.

"Pak driver, kalau dalam 5 menit Nona W tidak balik. Kita cabut saja!" Saya memberi instruksi. Kejam sih, tapi ini demi menyelamatkan nyawa ke lima analis kredit lainnya yang dipundaknya masih ada tanggungjawab kepada ibu pertiwi untuk memenuhi target perusahaan ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚.

Ibu yang bawa pisau menuju rumah Ibu Frozen. Di depan pagar dia berhenti dan mulai potongin tanaman depan rumah dengan pisau yang dia bawa.

"Oh...itu mau bersihin rumput liar kayaknya." Saya menggembuskan napas lega. Di saat yang bersamaan Nona W muncul membawa dompet.



"Lain kali kalau nempel-nempel jangan ada yang ketinggalan lagi ya!!!" Nona J kesal. 

Personil sudah lengkap. Anggota tubuh pun masih sempurna. Driver segera cabut dari TKP. 

8 comments: