Saya tidak pernah sejatuh cinta itu sama lipstik. Definisi jatuh cinta saya adalah saya gunakan sampai habis, udah habis saya congkel-congkel pula. ๐ Itulah yang terjadi sama lipstik Elisabeth Helen yang dibeli pada saat Ibu umroh. Beliau beli sebagai oleh-oleh untuk teman pengajiannya tapi pada akhirnya saya minta 1 karena kok warnanya bagus banget di bibir saya untuk ukuran harga sekitar Rp. 50.000,-an.
Ibuku umurohnya bulan November 2017.
Bulan Mei 2018
Seri 06
Bulan Februari 2019 masih sering kucongkel-congkel๐
Saya mengenal dan memakai lipstik karena tuntutan pekerjaan di kantor yang sekarang. Sebelum kerja hingga awal-awal kerja di pertambangan saya cuma pakai lipgloss. Paling banter pakai lipgloss yang ada efek warna pink nya.
Bolak-balik gonta-ganti merk lipstik hingga saya lumayan mantap sama lipstik wardah yang saya lupa seri dan nomornya tapi warna yang ditimbulkan mirip-mirip sama warna si Elisabeth. Bedanya, Wardah gampang pudar dari bibir sementara Elisabeth bertahan cantik dan kokoh hingga pulang kantor. Warnanya nangkring aja gitu di bibir sampai keesokan harinya kalau malas cuci muka (cuci muka muka komplit yang pakai rangkaian milk cleanser. Kalau cuci muka pakai foam warnanya takkan pudar)
Ceritanya, setelah 1,5 tahun berlalu (gila! Hemat banget) Elisabeth saya ini hampir habis. Dengar-dengar merk Elisabeth Helen saat ini sudah dipasarkan di Indonesia. Tapi pas searching-searching di google kok banyak yang mengeluh sama merk Elisabeth palsu. Takut kena zonk saya memutuskan untuk titip lipstik ke teman yang mau umroh. Sebenarnya tahun lalu sudah nitip ke teman, tapi temanku itu gak sempat belanja.
Tahun ini kebetulan ada teman lagi yang mau umroh akhir bulan Februari, saya sudah nitip dan semoga saya berjodoh dengan lipstik hemat itu๐
Sambil menunggu Elisabeth datang, saya iseng-iseng cari lipstik lain di swalayan dekat kantor. Sebenarnya di samping Elisabeth saya punya 2 varian Wardah Lip Pallete yaitu Perfect Red dan Choco Aholic. Tapi sekali lagi, saya kurang suka karena warnanya gak bertahan lama di bibir. Saya bukan jenis orang yang suka touch up depan kaca sering-sering. Kalau bisa pakai lipstik itu sekali sehari saja tapi waranya bertahan sepanjang hari๐ฅ
Gambar dari BukaLapak
Nah, berhubung sudah akrab sama merk Wardah, saya langsung menuju stan Wardah. Gak butuh waktu lama untuk menetapkan pilihan pada Matte Lip Cream karena memang sudah direkomendasikan teman. Agak lama hanya pada saat mau pilih warna. Coba beberapa dan memutuskan pilihan pada nomor 15 Pinky Plumise. Warnanya pink lebih ke nude (warna apa pula ini) jatuhnya di saya hampir sama dengan warna bibir dan gak ngejreng. Eh, kok bagus ya.
Bentuknya ramping
Tampakan kuasnya
Seri 15
Tidak Transfer
Pas diaplikasikan langsung merata dan yang bikin amazing adalah tidak transfer ke gelas atau ke kue yang digigit. Keren banget. ๐
Soal ketahanan masih kalah sih sama Elisabeth. Cuma kalau si Lip Cream ini saya touch up nya sekali doang biasanya habis solat Zuhur. Berarti warnanya itu bertahan sekitar 5 jam - 6 jam-an lah. Lumayan banget untuk lipstik seharga Rp. 46.000,- ini.
Polosan
Elisabeth Helen 06
Wardah Matte Lip Cream 15
Zoom in
Bagusan mana?? ๐
Untuk lip cream Wardah ini saya kasih 9/10 dan pasti akan repurchase lagi. Juga akan saya coba warna-warna lainnya ๐
Menyambut 2019 yang lebih menantang, maka saya menargetkan diri untuk menulis postingan blog minimal 1 dalam seminggu dan nulis cerpen minimal 1 dalam sebulan.
Nulis aja kan gampang ya. Gampang kan? Harusnya saya bikin target yang lebih menantang seperti minimal menang dalam lomba atau event menulis sekali dalam sebulan atau minimal tembus media sekali dalam sebulan. Sesuatu yang seperti itu.
Tapi kemudian saya berpikir, mood saya yang naik turun ini masih menjadi penghalang utama untuk fokus pada dunia tulis menulis. Kan saya ingin bikin resolusi yang bisa saya capai. Tapi saya tetap ingin ada evaluasi, tahun ini saya ngapain aja gitu (halah, kebanyakan mikir kamu, Sab!)
Jadi, dari pemikiran-pemikiran yang banyak itu saya memutuskan untuk mulai mendokumentasikan prestasi saya selama 2019 ini. Bukan bermaksud sombong atau riya` tapi sebagai media evaluasi saya saja. Tolong diambil positifnya siapa tahu bisa memotivasi yang membaca ๐
Bulan Januari kemarin saya terpilih untuk mendapatkan hadiah Give Away. Btw, itu prestasi dalam dunia menulis bukan sih? Anggap saja prestasi ya, soalnya kan syaratnya adalah memberikan masukan untuk perbaikan diri dan perbaikan konten blog seorang blogger dan Mamagram. Ini hal yang gak susah karena saya sudah menjadi pembaca setia blognya sejak tahun 2015. Namanya Mbak Grace Melia.
Mbak Grace memang dari dulu suka bikin mini GA dengan hadiah yang sederhana namun sangat berguna. Hadiahnya kebanyakan mainan anak. Dulu-dulu gak pernah tuh saya tertarik untuk ikutan GA nya Mbak Gesi (sapaan akrab mbak Grace) entah kenapa bulan Desember 2018 pas Hari Ibu bertepatan dia ultah dan bikin GA saya tergerak untuk ikut.
Mekanisme pemenangnya diundi. Nah, pas diundi itu saya gak menang (3 orang pemenang dapat hadiah tas kecil buat bepergian), tapi ternyata ada 2 pemenang tambahan pilihan Mbak Gesi.
Dari ig Mbak Gesi
Pas Mbak Gesi mention saya di ig itu saya senang banget ๐. Secara dia adalah blogger favorit saya. Saya dapat 1 paket bodycare dari Bodyshop. Rejeki nomplok padahal malamnya saya dan seorang teman jalan-jalan gak jelas di Gorontalo Mall hanya karena kami bingung mau ke mana. Teman saya itu masuk ke Bodyshop dan hasilnya saya jadi ikutan beli sabun cair dengan harga 99K untuk ukuran 50ml. Jauh dalam lubuk hati ada penyesalan karena sebelumnya saya gak pernah dan gak berniat beli sabun semahal ini๐ฅ.
Eh, malah besoknya menang GA dengan hadia sabun yang sama cuma beda aroma aja๐๐
Hadiah GA sudah mendarat sempurna di kamar
Sejak menang tempo hari, saya jadi ketagihan untuk ikutan setiap GA yang dibikin Mbak Gesi dan jadi penasaran juga untuk ikutan lomba-lomba blog. Ini sesuatu yang baru buat saya setelah sebelum-sebelumnya saya berkutat sama cerpen dan kelelahan untuk mengirim ke media tapi gak nyangkut-nyangkut. ๐
Menulis blog lebih memberikan efek relaksasi buat saya ketimbang nulis cerpen (ya iyalah). Soalnya cerpen musti mikir sedangkan blog biasanya malah curcol menumpahkan unek-unek.
Dua hari yang lalu ketika jam istirahat kantor saya memutuskan untuk ke swalayan terdekat untuk cari lipstik karena lisptik favorit yang dibeli Ibu pas di tanah suci sudah habis.
Langsung ke stan kosmetik yang berjejer di sisi kiri swalayan dan terkejut ada stan Wardah di sana. Terakhir kali belanja belum ada soalnya.
Brand Wardah sendiri tidak asing buat saya terutama sejak saya mulai concern sama halal living sekitar 6 tahun yang lalu. Halal tidak melulu soal apa yang kita konsumsi, namun juga apa yang kita gunakan dan kenakan.
Tidak butuh waktu lama untuk menjatuhkan pilihan pada lipcream yang memang sudah direkomendasikan oleh salah satu teman saya jauh-jauh hari. (Nanti lipcream nya kureview dalam postingan terpisah)
Pas Mbak yang jaga stan (apa sih istilahnya itu) nanya, "Hanya lipcream? Ada lagi?" lalu mata ini menangkap secawan (๐ ) body butter yang terpampang di atas etalase. Ada 4 varian aroma yaitu lavender, olive, mawar (kalau gak salah) satu lagi lupa.
Mengendus seluruh aroma dan memutuskan untuk membeli yang Olive dengan harga Rp. 20.000-an untuk ukuran 50 ml.
Wadah Bentuk Jar
Keesokan harinya saya langsung pakai si body butter padahal lotion saya belum habis. Oh, ya selama ini saya pakai lotion dan jarang sekali pakai body butter. Bahkan sudah lama sekali saya gak pernah beli body butter. Satu-satunya body butter yang saya beli adalah keluaran Oriflame, dan ketika habis saya malas order lagi.
Pilihan menggunakan lotion saya rasa lebih praktis karena mudah ditemukan di mana saja bahkan warung-warung kecil sekalipun.
Nah, pas saya pakai body butter wardah ini kok wanginya enak. Gak menusuk dan bikin relax. Teksturnya di kulit saya juga bagus membuat terasa lembap. Saya pakai seharian di kantor dengan durasi kurleb 11 jam dan 3 kali wudhu (zuhur, ashar, maghrib) dan takjup banget karena wanginya stay di kulit saya bahkan sampai pulang ke rumah dan berganti pakaian. Keterlaluan emang!
Tekstur di Kulit Saya
Puas dengan reaksi body butter Wardah di kulit, saya memutuskan untuk mulai pakai saat ini sampai batas waktu yang belum ditentukan. ๐
Oh, ya saya juga jadi googling tentang perbedaan lotion dan body butter. Dan inilah yang dapat saya simpulkan.
Perbedaan
๐ฐLotion mengandung air, bahkan ada lotion yang mengandung 70% air. Body butter tidak mengandung air, sebaliknya mengandung pelumas esensial seperti minyak zaitun, minyak kelapa ataupun jojoba.
๐ฐLotion ada yang mengandung SPF. Body butter tidak ada yang mengandung SPF (atau kah ada? Let me know ya kalau ada)
๐ฐKarena teksturnya yang pekat, body butter digunakan dengan komposisi yang lebih sedikit dibanding lotion untuk pemakaian pada area tubuh yang sama
Komposisi (keliahatan gak?)
Persamaan
Menghidrasi
Menangkal radikal bebas
Melembabkan
Membuat rileks
Saya suka produk wardah yang ini lebih dari lotionnya yang pernah saya beli, untuk itu saya kasih nilai 9/10. Karena harganya pun terjangkau dan gampang didapatkan maka tentu saja saya akan repurchase.
Berhubung tidak mengandung SPF, kalau aktivitas di luar rumah tetap harus pakai sunblock atau lotion yang ada SPF nya.
Belakangan ini time line facebook saya banyak yang menceritakan soal film Pihu. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan karena memang tidak terlalu tertarik dengan film India, hingga salah satu WAG kepenulisan membahas ini.
Saya mulai penasaran dan minta link untuk nonton videonya. Link itu ternyata dibagikan free di facebook. Namun, sayang sekali saat menulis ini, link itu sudah dihapus oleh yang membagikan pertama kali.
Film Pihu sendiri adalah film India besutan sutradara Vinod Kapri, sutradara pemula yang namanya langsung tenar karena kesuksesan film Pihu.
Film Pihu adalah film yang unik karena hanya diperankan oleh 1 aktor. Sebenarnya ini bukanlah hal yang baru dalam dunia perfilm-an. Film lain sejenis adalah Life of Pi dan Cast Away. Siapa yang tidak pernah menonton kedua film di atas? Kesuksesan film Pihu digadang-gadang menyerupai film di atas, untuk itu sutradaranya pun sekarang disejajarkan dengan kedua sutradara film kenamaan tersebut.
Wikipedia
Wikipedia
Kalau bisa memberikan sedikit bocoran tentang isi film, maka saya dapat menceritakannya dalam 1 kalimat. Film Pihu menceritakan tentang kisah seorang gadis kecil yang bertahan hidup di dalam apartemen selama 3 hari bersama jasad ibunya sementara ayahnya sedang dinas ke luar kota. Selanjutnya, teman-teman bisa membayangkan sendiri kelanjutan ceritanya.
Oh ya, film Pihu ini diangkat dari kisah yang benar-benar terjadi pada sebuah keluarga turunan India yang tinggal di Amerika. Sudah banyak tulisan yang mengulas film Pihu, namun saya ingin membahas dari sisi yang berbeda.
Kenapa Pihu jadi sendirian di apartemen? Karena ibunya meninggal bunuh diri. Kenapa bunuh diri? Kalau kamu sudah menonton, kamu akan mengetahui penyebabnya adalah pertengkaran demi pertengkaran yang dialami antara Ibu Pihu dan Ayah Pihu. Kecurigaan tentang adanya perselingkuhan hingga berujung penyesalan pada pernikahan.
Wanita adalah pusat dari sebuah keluarga/rumah tangga. Ketika wanita itu kuat, maka keseimbangan keluarga terjaga, sebaliknya jika wanita itu lemah dan sedang bermasalah maka akan berdampak pada keluarga. Kenapa demikian, karena pada masyarakat kita masih umum anggapan bahwa wanita adalah yang paling bertanggung jawab pada urusan-urusan domestik. Mengurusi rumah, mengurusi anak dan suami sampai pada memastikan seluruh anggota keluarga bisa makan hingga gajian suami bulan berikutnya. Betapa berat tanggungjawab seorang wanita.
Ketika anak mengalami keterlambatan belajar, yang lebih dulu disalahkan siapa? Pasti ibunya dikatakan tidak mengajarkan. Ke mana bapaknya? Ketika anak hiperaktif tidak bisa membiarkan rumah rapi sebentar saja, yang disalahkan siapa? Pasti ibunya yang tidak telaten mengurus rumah. Ke mana bapaknya? Padahal, rumah tangga itu sendiri terdiri dari suami dan istri yang seharusnya saling bersinergi.
Beban sosial yang masyarakat kita bentuk yang kerap menjadikan wanita makhluk marjinal ditambah komposisi perasaan yang lebih dominan ketimbang logika dalam menyikapi berbagai hal inilah yang memicu bibit-bibit depresi. Bibit-bibit ini yang akan berkecambah jika mendapat trigger yang pas.
Triger ini yang dibeberkan satu-satu dalam film Pihu. Perasaan insecure terhadap dugaan perselingkuhan suami, sikap suami yang berubah padahal si istri sudah mengorbankan segalanya ketika menikah, merasa tidak dihargai padahal si wanita telah melakukan banyak hal dari pagi sampai malam demi keluarga.
Kita belum sampai pada membahas tentang sindrom baby blues atau post partum depression yang dialami 80% wanita pasca melahirkan yang juga dapat menimbulkan stres. Sindrom ini nyata dan dapat dijelaskan secara medis. Perubahan hormon yang drastis pasca persalinan adalah penyebab mood swing pada wanita.
Baca review buku bertema baby blues dari teman saya di sini : Mama
Dari pemaparan saya di atas maka dapat disebutkan beberapa hal kenapa wanita lebih rentan terhadap stres ketimbang pria, yaitu :
1. Beban sosial di masyarakat yang masih patrilineal atau semi patrilineal.
2. Secara psikis lebih mudah emosi karena lebih dominan memakai perasaan dibanding logika.
3. Secara fisik lebih lemah ketimbang laki-laki sehingga lebih mudah lelah.
4. Secara kimiawi (??) karena adanya perubahan hormon drastis pada fase-fase pertumbuhan seorang wanita.
5. Secara agama (๐ ) adalah yang paling gampang digoda setan sejak zaman Adam-Hawa masih di surga. Untuk itu kan kalau dalam Islam mau 10000 kali istri minta cerai gak akan jatuh talak karena Tuhan tahu wanita jarang pakai logika dan lemah sama bisikan setan๐๐๐
Akhir kata, sesungguhnya wanita itu kuat karena mengetahui dirinya secara fisik dan psikis lemah namun mereka memilih tidak menyerah.
Film Pihu sangat saya rekomendasikan untuk kalian penyuka India yang tidak pakai joget-joget. ๐