Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas ke 7 kelas fiksi One Day One Post. Pada tugas kali ini, setiap 'murid' diwajibkan mereview tulisan (dalam hal ini tulisan fiksi) 'murid' lain yang telah ditentukan oleh wali kelas. Nah, saya kebagian mereview tulisan Mbak Aara. Eh, mbak apa adek ya si Aara itu...😅
Sebelum lanjut, boleh baca-baca pemikiran Aara di sini.
credit |
Nah, Aara mengajukan sebuah cerita dwilogi (ceileh....😆)dengan judul yang sangat menggugah rasa ingin tahu saya.
Membaca judulnya ekspektasi saya adalah sebuah cerpen dengan genre science fiction macam cerita Atlantis atau film 2012.
Membaca beberapa paragraf awal langsung sadar ternya ekspektasi saya meleset. Oh oke, ini semacam fabel. Aara menghidupkan benda-benda dan menjadikannya tokoh dalam dwiloginya. Tidak tanggung-tanggung jadi tokoh utama adalah pulau-pulau di Nusantara.
Saya tidak tahu apa pertimbangan Aara sehingga yang menjadi tokoh utama adalah pulau Jawa dan Papua. Entah apakah keduanya terpisah begitu jauh secara geografis, perbedaan budaya yang begitu besar, pembangunan yang begitu jomplang.
Saat membaca Jakarta Menghilang, saya bisa menangkap jalan pikiran Aara. Ia menggambarkan penderitaan pulau Jawa yang selalu dilubangi tiang-tiang besi (analogi tiang pancang bangunan pencakar langit), terlebih di Jakarta. Penderitaan Jakarta yang begitu akut membuatnya memutuskan untuk memisahkan diri dari pulau Jawa dan menjadi pulau sendiri.
Namun ketika membaca Papua Menghilang, saya tidak bisa mengikuti jalan pikiran Aara. Kenapa Papua ingin pergi dari Ibu Pertiwi? Apakah ada kaitannya dengan iming-iming orang asing yang beberapa kali disebutkan dalam cerita? Ketika membaca saya menduga-duga apakah Aara bermaksud menceritakan tentang gerakan papua merdeka yang ingin berpisah dari Nusantara? Ataukah ingin membahas tentang beberapa waktu setelah kemerdekaan di mana Papua Barat masih diduduki oleh penjajah yang konon kabarnya dikarenakan memiliki cadangan emas yang paling banyak di muka bumi? Ataukah Aara ingin menciptakan jalan ceritanya sendiri? Entahlah.
Dwilogi Aara cukup menghibur. Namun cara Aara bertutur sangat 'telling' not 'showing' . Saya seperti sedang mendengarkan dongeng pengantar tidur yang dibacakan oleh Ibu kepada anaknya.
Terdapat beberapa kata depan dan kata awalan 'di' yang tidak tepat. Antara lain 'diambil' yang Aara tulis 'di ambil'.
Hal lain yang mengganggu adalah, Aara menyebutkan bahwa Papua anak sulung dan mengulangnya dalam kaimat lain 'Papua, adik sulung...' mungkin Aara keliru menuliskan bungsu dengan sulung dalam beberapa kalimatnya.
Kesimpulan :
+ Judul menggugah
+ Ide cerita sangat brilliant
- kurang showing, cenderung telling.
-EYD agak berantakan.
-eksekusi kurang mantap.
Waaaw... Makasiiiih kak Sabrina... Mantab.... Saya suka saya suka...
ReplyDelete