Gambar dari sini |
Ada suatu tempat yang paling dalam di muka bumi ini. Jauh mengalahkan dalamnya Samudera Pasifik. Aku sering mengisahkan hal itu kepada Ana, anak gadisku, ketika dia menginjak usia tujuh belas tahun dan aku bisa mengajaknya berbicara sebagai seorang manusia dewasa.
Tempat terdalam itu adalah hati wanita dan yang paling rimba adalah hati ibunya. Aku menceritakan bagaimana hati itu ditutupi belukar yang rapat-rapat sedangkan sebuah kunci terperangkap di sana.
"Kenapa Ayah harus mencari kunci itu?" Tanya Ana ketika pertama kali mendengar ceritaku.
"Karena itu kunci yang dapat membuka hati ibumu."
"Kenapa Ayah harus membuka hati Ibu?"
"Untuk membahagiakannya."
"Apakah sekarang Ibu tidak bahagia?"
Aku menjawab dengan senyum untuk pertanyaan Ana yang terakhir. Aku telah menyelami hati ibunya selama dua puluh tiga tahun pernikahan kami dan tak kutemukan kunci itu di sudut hati manapun.
Aku mencintai ibunya di hari pertama kami dipertemukan dan setelah dua puluh tiga tahun akhirnya aku menyadari bahwa tidak satu haripun dia mencintaiku. Kunci itu rupanya telah dibawa pergi oleh laki-laki lain yang pernah sangat dicintainya sebelum perjodohan datang sebagai takdir yang menyatukan kami di pelaminan.
Setelah itu aku selalu berdoa di setiap usai sujudku semoga Tuhan menyatukan dia dengan lelaki yang dicintainya itu di surga nanti. Hatiku sakit saat mulutku menghaturkan doa itu namun demi Tuhan ia adalah istri yang sangat baik, sehingga aku merasa bersalah jika tidak mendoakan kebahagiaannya.
"Aku mencintai Ayah sejak lahir. Ayah cinta pertamaku," ujar Ana. Mata besar itu duplikasi ibunya.
Aku membelai rambut Ana dan pusara ibunya bergantian. Aku berjanji perjodohan tak akan pernah menjadi jalan hidup putriku kecuali dia menginginkannya.
Catatan :
Tulisan ini pernah diikut sertakan pada event menulis flashfiction yang diadakan oleh grup menulis LovRinz and Friends dan juara dua (kalau ga salah. Apa juara tiga ya? Sudah lupa!π
π
)
Sangat menyentuh... memang begitulah hati wanita... sepakat!
ReplyDeleteRumit dan susah dimengerti ya, Mbak...hahaha
DeleteLuar biasa!!!!
ReplyDeleteMantap....
Mentang mentang ada nama Ana nya...πππ
DeleteAhh.. ternyata rindu aq mba.. senang baca tulisanmu lagi :D
ReplyDeleteAku tidak kemana mana mbak Ratih...ππ
DeleteAhh.. ternyata rindu aq mba.. senang baca tulisanmu lagi :D
ReplyDeleteSukaa baca ini Kak πππ
ReplyDeleteMakasih Fitri...πππ
DeleteKereenn ihh ..ππ
ReplyDeleteBtw, anakmu seumuran iput kaπ°π°
Anakku? Anakku baru umur 2 tahun. Emang Iput umur berapa?
DeleteThank anyway atas kunjungannya π
Mantaaap simple tapi mengenaa... patuut dicontoh nih kk
ReplyDeleteCOntoh yang baik dan buang yang buruk ya, Mbak π π
DeleteKangen baca cermin-mu Mbak. Ini mengobati rinduku. Eaaa
ReplyDeletekalau puisimu candu, Mak...ππ
DeleteKangen baca cermin-mu Mbak. Ini mengobati rinduku. Eaaa
ReplyDeleteUwaaa.... #nyesek
ReplyDeleteJangan kelamaan nyeseknya πππ
DeleteCeritanya simple, sederhana. Tapi menyentuh. Love it ��
ReplyDeleteMakasih mbak Nova ππ
Delete