"tidak kamu rasakan kah perasaanku??" Ia bertanya. Spontan. Mengakhiri
percakapan basa-basi kami sebelumnya. Tentang rutinitas, tentang
pencapaian-pencapaian di hari sebelumnya.
Deretan warung makan bagaikan slide show berlalu di belakang kami. Aku mengikut saja saat dia bilang sedang ingin cari sarapan dan sedang tidak ingin menyantap menu yang biasanya. Pagi masih sejuk.
Ia masuk ke salah satu warung makan. Selalu warung yang berbeda dari sebelumnya. Sepertinya Ia tidak punya warung makan favorit.
"wahh.. Semuanya enak.. Saya jadi bingung. Kamu mau yang mana??"katanya bersemangat saat melihat menu.
Saya menunjuk ini dan itu lalu kami duduk di salah satu meja saling berhadapan. Ia refleks mengambil 2 gelas dan menuangkan air ke gelasku. Di lain waktu Ia pun sering refleks menyambar tentenganku, membiarkan kedua tanganku bebas tanpa beban.
"bagaimana makanannya??enak tidak??" itu juga menjadi pertanyaan rutinnya. Tidak pernah absen Ia bertanya seperti itu setiap kali aku kebetulan makan bersamanya.
"enak sekali" Ia menjawab sendiri pertanyaannya. "Sepertinya saya akan sering makan disini" tapi pada kenyataannya saya jarang mendapati dia makan di tempat yang sama berulangkali.
Seringkali ia memeperhatikan saya makan. Menyaksikan Setiap gerakan mengunyah yang saya lakukan lalu tersenyum sendiri menyimpulkan sesuatu dalam kepalanya. Sering juga Ia Menanyakan apakah saya masih menginginkan menu yang lain. Dan seringkali saya menjawabnya dengan gelengan.
"hahaha.. Ga usah jaim makan sama saya. Makan saja sebanyak-banyaknya!"seringkali ia mengejek.
Ia mengalihkan pandangan ke arah segelas teh panas pesanannya yang baru datang. Ia menyeruputnya sedikit.
"mantap. Kamu mau coba?" ia menyodorkan teh panas itu padaku. Aku meraihnya lalu kemudian menarik kembali tanganku seketika.
"panas sekali gelasnya!"
"makanya jangan dipegang. Ayo minum" ia menyuruhku minum dari gelas yang dipegangnya.
Aku menatapnya enggan. Tatapanku menghardiknya. Banyak orang disini bodoh. Dan mereka bisa saja melihat ke arah kita dan menyaksikan apa yang kita lakukan nanti.
Dia membalas tatapnaku dengan senyum jenaka. Lalu kenapa kalo ada orang yang memperhatikan?
Aku mengalah dan menyeruput teh dari gelas yang masih digenggamnya.
Harusnya dia tidak perlu bertanya apapun padaku. Harusnya dia tau bahwa aku tau semua yang dia lakukan, hal-hal kecil ini, bernilai banyak buatku.
Aku menjawab dengan senyum untuk pertanyaan yang dia lontarkan sebelum kami memasuki warung makan tadi.
Deretan warung makan bagaikan slide show berlalu di belakang kami. Aku mengikut saja saat dia bilang sedang ingin cari sarapan dan sedang tidak ingin menyantap menu yang biasanya. Pagi masih sejuk.
Ia masuk ke salah satu warung makan. Selalu warung yang berbeda dari sebelumnya. Sepertinya Ia tidak punya warung makan favorit.
"wahh.. Semuanya enak.. Saya jadi bingung. Kamu mau yang mana??"katanya bersemangat saat melihat menu.
Saya menunjuk ini dan itu lalu kami duduk di salah satu meja saling berhadapan. Ia refleks mengambil 2 gelas dan menuangkan air ke gelasku. Di lain waktu Ia pun sering refleks menyambar tentenganku, membiarkan kedua tanganku bebas tanpa beban.
"bagaimana makanannya??enak tidak??" itu juga menjadi pertanyaan rutinnya. Tidak pernah absen Ia bertanya seperti itu setiap kali aku kebetulan makan bersamanya.
"enak sekali" Ia menjawab sendiri pertanyaannya. "Sepertinya saya akan sering makan disini" tapi pada kenyataannya saya jarang mendapati dia makan di tempat yang sama berulangkali.
Seringkali ia memeperhatikan saya makan. Menyaksikan Setiap gerakan mengunyah yang saya lakukan lalu tersenyum sendiri menyimpulkan sesuatu dalam kepalanya. Sering juga Ia Menanyakan apakah saya masih menginginkan menu yang lain. Dan seringkali saya menjawabnya dengan gelengan.
"hahaha.. Ga usah jaim makan sama saya. Makan saja sebanyak-banyaknya!"seringkali ia mengejek.
Ia mengalihkan pandangan ke arah segelas teh panas pesanannya yang baru datang. Ia menyeruputnya sedikit.
"mantap. Kamu mau coba?" ia menyodorkan teh panas itu padaku. Aku meraihnya lalu kemudian menarik kembali tanganku seketika.
"panas sekali gelasnya!"
"makanya jangan dipegang. Ayo minum" ia menyuruhku minum dari gelas yang dipegangnya.
Aku menatapnya enggan. Tatapanku menghardiknya. Banyak orang disini bodoh. Dan mereka bisa saja melihat ke arah kita dan menyaksikan apa yang kita lakukan nanti.
Dia membalas tatapnaku dengan senyum jenaka. Lalu kenapa kalo ada orang yang memperhatikan?
Aku mengalah dan menyeruput teh dari gelas yang masih digenggamnya.
Harusnya dia tidak perlu bertanya apapun padaku. Harusnya dia tau bahwa aku tau semua yang dia lakukan, hal-hal kecil ini, bernilai banyak buatku.
Aku menjawab dengan senyum untuk pertanyaan yang dia lontarkan sebelum kami memasuki warung makan tadi.
(Juli, 2011)
No comments:
Post a Comment